Surat Terbuka Kepada Komjen Kecerdikan Gunawan Calon Kepala Bin

Kepada Yth.
Komisaris Jenderal Polisi Budi Gunawan
di Jakarta

Dengan hormat,

Bersama ini kami atas nama komunitas Blog Intelijen Indonesia bermaksud memberikan masukan dalam bentuk pointers yang semoga bermanfaat dalam menyukseskan proses uji kelayakan di DPR-RI dan dalam memimpin BIN ke depan. Perlu digarisbawahi sebelumnya bahwa komunitas Intelijen Indonesia tidak bersikap partisan dalam banyak sekali kegaduhan politik nasional maupun prasangka-prasangka yang tidak mempunyai fakta sebagaimana berkembang dalam dinamika pergantian pimpinan BIN belakangan ini. Penyampaian poin-poin berikut ini yakni murni demi kemajuan BIN dibawah kepemimpinan siapapun yang mendapat kepercayaan dari Presiden RI selaku single client seluruh komunitas intelijen di Indonesia sesuai UU Intelijen Negara.


Tuduhan-tuduhan yang dikembangkan sejumlah kalangan terhadap figur Komjen Budi Gunawan yang ketika ini menjabat Wakapolri sudah tercatat baik dalam catatan Blog Intelijen Indonesia. Catatan tersebut antara lain contohnya wacana kapabilitas di bidang intelijen, masalah rekening "gendut", pelemahan KPK, bagi-bagi kursi, faktor Megawati dan PDI-P, dan lain sebagainya. Sementara dukungan-dukungan juga mengalir baik dari penilaian integritas dan kepemimpinan, pengalaman, faktor kepemimpinan sipil, dan lain-lain. Komunitas Intelijen Indonesia tidak akan mencampuri masalah-masalah tersebut dan lebih fokus kepada hal-hal penting yang perlu ditempuh dalam membangun BIN menjadi forum intelijen yang profesional dan disegani.

Semoga masukan ini bermanfaat. Tanggapan atau pertanyaan terhadap surat ini mohon untuk sanggup disampaikan melalui email senowirang@gmail.com.

Salam Intelijen
Senopati Wirang & Dharma Bhakti
 



POINTERS

  1. BIN telah mempunyai struktur organisasi yang baik dengan tujuan-tujuan yang terang pada masing-masing unitnya. Meskipun demikian, BIN pernah menyebarkan model satuan kiprah (satgas) yang menciptakan anggaran operasi membengkak demi perembesan anggaran, hal ini sebaiknya jangan diulangi apabila tidak ada dasar dan analisa keadaan yang cukup meyakinkan wacana pentingnya sebuah satuan tugas. Apabila masih ditemukan satuan kiprah yang tidak memperlihatkan kinerja yang jelas, maka sebaiknya segera dibubarkan dan anggarannya sanggup dipakai untuk merevitalisasi struktur organisasi yang sudah ada.
  2. Kebijakan Rekrutmen 1000 Intel yang telah berjalan yakni kebijakan blunder yang secara strategis akan melemahkan BIN. Dalam sejarah dunia intelijen baik periode Telik Sandi Kerajaan Nusantara maupun Intelijen Modern di seluruh dunia, sudah mencari ciri organisasi bahwa Unit atau Organisasi Intelijen harus ramping dengan tingkat keahlian individu yang sangat tinggi. Apabila sasaran dan analisa organisasi memang membutuhkan jumlah personil yang lebih banyak dari ketika kini ini, maka proses terbaik yakni secara sedikit demi sedikit sesuai dengan seni administrasi rekrutmen pegawai dalam kerangkan reformasi aparatur negara. Artinya jangan tergesa-gesa memperbanyak jumlah personil BIN sementara kemudahan pendidikan dan tenaga pendidiknya masih sangat minim. Guna mencegah kerusakan yang lebih jauh, ada baiknya kebijakan ini tidak boleh atau dievaluasi, minimal prosesnya dilakukan sedikit demi sedikit 10 tahun menurut pada uji kompetensi dan kebutuhan mendesak dan asimilasi/integrasi anggota rekrutmen model ini perlu melalui pendidikan khusus yang berkualitas.
  3. Salah satu kelemahan BIN terbesar yakni pada sumber daya insan yang kurang memenuhi persyaratan dalam memenuhi kebutuhan insan intelijen yang handal baik di dalam maupun di luar negeri, baik operasional maupun analisa. Oleh sebab itu, salah satu fokus paling penting bagi BIN yakni peningkatan kualitas sumber daya insan BIN melalui pendidikan dan pelatihan. Setidaknya model pendidikan BIN yang sanggup dipertimbangkan dan secara strategis menjamin peningkatan kualitas ada tiga, yakni: (1) pendidikan teknis operasional dan analisa, (2) pendidikan manajerial khusus organisasi intelijen, dan (3) pendidikan formal keilmuan baik pada level S2 maupun S3 khususnya bagi analis BIN yang hingga ketika ini masih sangat lemah. 
  4. Terkait dengan pendidikan teknis operasional dan analisa, BIN harus bisa menjadi rujukan standar nasional wacana banyak sekali hal terkait pengetahuan operasi intelijen dan analisa intelijen, bahkan sertifikat lulusan pendidikan BIN sanggup menjadi jaminan bahwa alumni pendidikan teknis BIN tersebut mempunyai kualifikasi tinggi. Hal ini akan sangat bermanfaat sekiranya ada forum lain yang ingin mendidik pegawainya dengan pengetahuan teknis intelijen, contohnya jajaran Dirjen Pajak, Kementerian Luar Negeri, atau bahkan Militer dan Polisi. Pendidikan yang dikembangkan BIN hingga ketika ini sanggup dikatakan sudah kadaluarsa dengan Tim Pengajar yang semakin menurun kualitasnya dari waktu ke waktu seiring dengan usia pensiun. Selain itu, sangat jarang yang berkenan mendedikasikan karirnya untuk peningkatan pendidikan teknis BIN.
  5. Masih terkait dengan pendidikan. Keberadaan STIN sekilas tampak cukup menjanjikan, namun perhatian khusus perlu diberikan untuk menjaga kualitas STIN baik dari sisi struktur organisasi, pengajar, maupun kualitas mahasiswanya (rekrutmen dan pembinaan). Untuk sungguh-sungguh mengakibatkan STIN sebagai salah satu sumber personil yang handal dibutuhkan donasi penuh untuk mengakibatkan STIN sebagai forum pendidikan akademik intelijen yang kuat. Selain itu, sejalan dengan prinsip ramping, profesional, efisien, dan efektif, rekrutmen mahasiswa STIN sebaiknya dikurangi sementara jumlah personil BIN yang diarahkan untuk berkarir dalam peningkatan kualitas pendidikan dan pembinaan ditingkatkan  (rasio pengajar tetap berkualifikasi dan jumlah mahasiswa sudah tidak masuk akal). Saat ini, mereka yang mengabdi dalam peningkatan pendidikan dan kualitas sumber daya insan BIN sangat sedikit bahkan mayoritas tidak memenuhi standar baik dari sisi guru Intel maupun sertifikasi dosen. Hanya sedikit yang sanggup dinilai berkualitas dan bisa melaksanakan kiprah dengan baik di bidang pendidikan. Hal ini sanggup ditanyakan kepada Ketua STIN maupun Kapusdiklat BIN.
  6. Fokus BIN yakni kepada aspek strategis ancaman, gangguan, hambatan, dan tantangan terhadap keamanan nasional. Artinya BIN berada pada tataran strategis dimana hasil kerja BIN yakni bisa mencegah AGHT yang berdampak nasional. Kasus-kasus terorisme, radikalisme, separatisme, dan konflik komunal masih secara umum dikuasai dan sangat relevan menjadi perhatian BIN. Namun demikian, tanpa bermaksud masuk ke dalam wilayah politik, monitoring dan analisa BIN terhadap dinamika sosial politik masyarakat di seluruh Indonesia juga sangat penting, untuk ini dibutuhkan kemampuan analisa yang tajam dengan dasar keilmuan yang mumpuni di bidang politik, sosiologi, antropologi, kriminologi, dll yang dilengkapi dengan kemampuan analisa intelijen yang bisa menyusun fakta-fakta dalam memperkirakan keadaan yang akan berkembang. Oleh sebab itu, perlu dilakukan penilaian dalam spesialisasi analis BIN guna menghindari generalisasi analis campur sari yang menganggap diri serba bisa.
  7. Fokus yang juga sama pentingnya sebagaimana dipesankan Presiden Joko Widodo yakni pengamanan pembangunan ekonomi nasional Indonesia. Artinya BIN sangat membutuhkan analis ekonomi yang handal yang dilengkapi pengetahuan teknis analisa intelijen yang sedikit berbeda dengan pengamat ekonomi. Mewujudkan harapan Indonesia yang berdikari secara ekonomi, berkeadilan dan sejahtera bukanlah hal yang sederhana. Analis ekonomi BIN tidak sama dengan mereka yang terjun pribadi dan hebat dalam menganalisa dinamika ekonomi, melainkan secara khusus melihat sisi ancaman dan resiko yang kemudian sanggup menjadi masukan bagi para pengambil kebijakan ekonomi nasional. Artinya analis ekonomi BIN harus menspesialisasikan dirinya membangun insting analisanya dalam mencermati banyak sekali dinamika ekonomi nasional, regional dan global dari sisi ancaman, gangguan, hambatan, dan tantangan. Sehingga tidak akan tumpang tindih dengan apa yang telah dikerjakan oleh para ekonom Kementerian Keuangan, Bappenas, kementerian Perdagangan, BKPM, dll. Apabila produk analisa bidang ekonomi BIN abal-abal saja, maka hanya akan menjadi sia-sia saja.
  8. Untuk mendukung aktivitas analisa bidang ipoleksosbudhankam di Kantor Pusat, tentunya dibutuhkan bahan-bahan keterangan yang cepat dan aktual. Oleh sebab itu komunikasi antara analis dan pengumpul materi keterangan harus cepat pula, sehingga hal pertama yang perlu dievaluasi yakni sistem komunikasi arus informasinya, apakah berjalan lancar atau tidak. BIN harus membedakan antara aktivitas rutin dan operasi intelijen. Menurut pengalaman saya, di periode Presiden Suharto, BAKIN lebih banyak sungguh-sungguh menyelenggarakan operasi intelijen dibandingkan periode reformasi. Walaupun sayangnya operasi BAKIN ketika itu lebih untuk kepentingan penguasa, namun sangat efektif dan sempurna sasaran. BAKIN atau BIN periode reformasi tampak terang kehilangan makna operasi intelijen yang dibatasi oleh waktu dan sasaran tertentu serta menurut perintah Pimpinan BIN atau bahkan atas isyarat Presiden. Apa yang terjadi yakni pemborosan anggaran dengan menyelenggarakan operasi yang sesungguhnya hanya aktivitas rutin mengumpulkan materi keterangan. Alih-alih membentuk Satgas ternyata hanya untuk menyerap anggaran yang sebetulnya operasi tersebut yakni aktivitas rutin. Akibatnya terjadi duplikasi laporan yang tidak perlu dan pembengkakan anggaran.
  9. Unit Konter Intelijen perlu direvitalisasi secara khusus dengan abjad menyerupai model Unit Pelaksana Khusus namun tetap dalam bentuk Direktorat, sehingga bukan dalam bentuk Satgas tetapi dalam struktur organisasi dan idealnya berada di luar Kantor Pusat. Konter Intelijen sangat penting dalam melindungi kepentingan nasional Indonesia dari operasi intelijen abnormal yang semakin sulit terdeteksi sebab Konter Intelijen BIN karam dalam rapat koordinasi clearing house yang mengurusi hal-hal kecil keluar masuknya orang abnormal yang dimasa kemudian hanya ditangani selevel Kepala Seksi saja. Konter Intelijen harus mempunyai kemampuan teknologi tinggi intersep, anti intersep, berhubungan erat dengan penegak aturan Polisi dan Imigrasi serta sistem monitoring yang canggih, dimana pengawasan terhadap orang abnormal hanya salah satu metode saja. Tetapi aktivitas rutinnya yakni sungguh-sungguh deteksi dini terhadap operasi intelijen abnormal atau siapapun elemen abnormal yang membahayakan keamanan nasional. Kemudian operasi intelijennya yakni pengungkapan ada tidaknya operasi intelijen asing, orang abnormal atau untuk kepentingan abnormal yang dilakukan di tanah tercinta Indonesia. Pentingnya koordinasi dengan Polisi dan Imigrasi yakni untuk sanksi aturan kasus-kasus spionase atau aktivitas merongrong kedaulatan Indonesia.
  10. Unit Konter Terorisme juga memerlukan perhatian khusus dan Satgas Anti Teror BIN sebaiknya dilebur dimasukkan ke dalam Unit Konter Terorisme seluruhnya, sehingga tidak terjadi persaingan yang kurang sehat serta menekan pemborosan anggaran. Tidak menjadi masalah apabila Direktorat Konter Terorisme BIN mempunyai jumlah anggota yang lebih besar daripada Direktorat lain sebab hal ini juga didukung oleh anggaran yang mencukupi. Selain itu, dibutuhkan sejumlah safe house sebagai titik komunikasi dan donasi logistik yang idealnya tidak dilakukan di Kantor Pusat melainkan mendekat ke lokasi sasaran dimana sumber ancaman atau sasaran berada. Tidak semua aktivitas konter terorisme yakni operasi, sebagian besar aktivitas yakni rutin monitoring, analisa dan asumsi keadaan, sehingga tidak terjadi pemborosan anggaran dengan alasan operasi konter terorisme.
  11. Peningkatan teknologi dan komunikasi intelijen merupakan salah satu faktor penentu sukses tidaknya sebuah organisasi intelijen modern. Tidak sanggup dipungkiri bahwa kebutuhan terhadap teknologi peralatan intelijen menjadi wajib hukumnya. Khusus untuk masalah ini kunci suksesnya terletak pada ketepatan pilihan teknologi dan penggunaannya. Buat apa membeli peralatan canggih yang balasannya disimpan di gudang? Buat apa pula membeli sistem teknologi intelijen yang tidak bisa mencapai sasaran sasaran operasi. Mengantisipasi semakin kompleksnya dilema ketika ini dan ke depan, BIN harus memulai pembangunan sistem arsip Big Data yang dibangun oleh anak bangsa sendiri dengan sistem pengamanan yang canggih. Hal ini juga sanggup dikomunikasikan dengan Lemsaneg. Berbeda dengan periode arsip masa kemudian dengan bergudang-gudang kertas laporan balasannya dimusnahkan, dengan digitalisasi arsip intelijen, maka seluruh data-data intelijen sanggup tersimpan dengan baik dan sanggup menjadi rujukan di kemudian hari untuk analisa. Sistem Big Data bahkan jauh lebih baik dari arsip digital yang dilakukan secara manual, artinya seluruh sistem laporan secara otomatis tersimpan dalam soft copy termasuk raw materialnya yang dilengkapi dengan enkripsi atau susukan password dan tersimpan baik dengan sistem pengunduhan yang bertingkat siapa saja yang memiliki otoritas mengaksesnya (prinsip need to know). Boleh jadi generasi saya sudah gagap teknologi, namun tidak berarti organisasi ketinggalan zaman dan BIN harus mempunyai personil yang handal di bidang teknologi intelijen baik untuk keperluan operasi (intelligence devices), maupun untuk keperluan analisa (intelligence analysis tools, administrasi informasi dan arsip).
  12. Intelijen Dalam Negeri BIN pada prinsipnya yakni monitoring situasi dan keadaan dari Aceh hingga Papua. Hal itu sangat terdukung oleh sistem Binda yang merupakan satelit-satelit yang senantiasa memonitor perkembangan situasi di wilayah masing-masing. Hanya pada situasi khusus tertentu saja perlu dilakukan operasi yang dilakukan oleh Tim Intelijen Dalam Negeri, contohnya dalam betuk cek dan ricek ulang materi keterangan yang meragukan. Karena wilayah aktivitas Intelijen Dalam Negeri beririsan dengan Konter Terorisme dan Konter Intelijen (Spionase) maka kerjasama erat harus terjadi, dimana informasi awal diharapkan selalu mengalir dari satelit-satelit BIN di seluruh wilayah kedaulatan Indonesia. Ketika terdeteksi adanya ancaman operasi intelijen abnormal di suatu wilayah, maka yang melakukan operasi yakni Tim Konter Intelijen, sementara Intelijen Daerah sebaiknya menjadi pendukung guna melindungi eksistensi intelijen tempat itu sendiri. Hal sama juga berlaku untuk ancaman terorisme, Binda jangan bergerak sendiri mencoba melaksanakan operasi intelijen dalam isu terorisme sebab sanggup membahayakan eksistensi Binda. Setiap informasi ancaman terorisme dari Binda harus masuk juga ke bagian Konter Terorisme untuk tindak lanjut.
  13. Intelijen Luar Negeri BIN yakni mata indera pendengaran yang mencermati dinamika dunia internasional yang terkait pribadi dengan kepentingan nasional dan keamanan Indonesia. Khusus untuk Intelijen Luar Negeri, hal pertama yang harus dilakukan yakni penilaian terhadap kemampuan para personilnya dalam melihat, membaca, dan menganalisa lingkungan strategis regional dan global serta isu-isu yang sanggup diterjemahkan sebagai AGHT bagi Indonesia. Hal paling sederhana untuk mengetahui kapabilitas personil Intelijen Luar Negeri BIN yakni kemampuan berbahasa asing. Misalnya sebagai contoh: perlu segera dipersyaratkan bahwa personil Intelijen Luar Negeri BIN mempunyai nilai TOEFL bahasa Inggris versi paper minimal 550 atau versi IBT 80 yang merata pada aspek reading, listening, speaking, writing. Contoh lain contohnya memiliki sertifikat Diplôme d'études en langue française untuk bahasa Perancis atau alumni sekolah Perancis, Arabic Language Proficiency Test (ALPT) atau alumni Timur Tengah, Hanyu Shuiping Kaoshi (HSK) untuk Chinese Profiency Test, dan seterusnya yang sangat gampang untuk diterapkan dalam rangka meningkatkan kinerja organisasi. Kemampuan berbahasa abnormal tentunya belum cukup, sehingga perlu dilengkapi pembekalan-pembekalan pengalaman operasi luar negeri. Khusus untuk luar negeri, seluruh aktivitas intelijen yang berada di luar negeri yakni operasi sebab berada di luar aturan nasional Indonesia, sehingga banyak kerawanan yang harus diantisipasi. Sementara itu, aktivitas rutin Intelijen luar negeri tentunya lebih kepada monitoring informasi luar negeri dan analisa terhadap banyak sekali dinamika internasional yang terkait, berdampak, atau mengancam kepentingan nasional Indonesia. Pada waktu-waktu khusus, Intelijen luar negeri harus selalu siap sedia memfasilitasi operasi khusus dari unit khusus BIN atau yang dibuat khusus secara nasional, contohnya ketika Kopassandha (Kopassus) melaksanakan operasi pembebasan pesawat Garuda atau Operasi Woyla, peranan personil dan pimpinan Intelijen luar negeri BAKIN cukup besar. Selain itu juga dalam pembebasan Pembebasan sandera awak KM MV Sinar Kudus 2011 di Somalia, peranan perwira militer dan anggota BIN sangat vital dalam memilih keberhasilan operasi yang melibatkan Satgas adonan AD, AU, dan AL.
  14. Untuk soal unit Komunikasi dan Informasi, semenjak awal terasa ada yang kurang pas dengan unit ini sebab sifatnya yang semi terbuka dan koordinasi atau kerjasama dengan forum atau kementerian lain. Nomeklatur yang janggal ini perlu disiasati dengan pengarahan untuk fokus aktivitas kepada pemaksimalan propaganda dan konter propaganda agar esensi intelijennya menjadi kuat. Propaganda sering dilihat sebelah mata dan mendapat gambaran negatif sebagai sesuatu yang dipaksakan untuk mengubah pandangan, perilaku lawan atau oposisi. Namun apabila diperhatikan secara seksama, hal itu lebih dipengaruhi oleh teknik, kreatifitas, dan pengalaman pelaku propaganda dimana pada balasannya tujuannya yakni baik untuk kepentingan nasional Indonesia. Sebagai contoh, propaganda hitam yang diwarnai oleh fitnah dan tuduhan telah dirasakan oleh calon Kepala BIN Komjen Budi Gunawan dengan tuduhan pembersihan uang. Bagi orang intel, hal itu sangat sederhana dan gampang terungkap motif dan kelemahannya, sehingga sanggup dengan gampang disangkal dengan fakta-fakta. Propaganda juga ada yang abu-abu dimana kebenaran dan kebohongan bercampur, sehingga fakta menjadi samar-samar dan opini menjadi lebih besar lengan berkuasa untuk mengarahkan sikap masyakarat atau kelompok ke arah tertentu. Ada juga teknik pengalihan isu yang sering terjadi dalam level nasional dan lokal di Indonesia. Namun kita juga harus ingat bahwa propaganda terbaik yakni dengan kebenaran fakta dimana pihak-pihak yang memusuhi dan tidak bahagia dengan kemajuan Indonesia tidak sanggup merongrong kedaulatan Indonesia. Contoh propaganda berdasarkan fakta bahwa mayoritas masyarakat di Indonesia dari Aceh hingga Papua puas dengan demokrasi dan rela nrimo untuk membangun Indonesia tentunya memerlukan data valid berupa fakta jumlah warga negara Indonesia yang antusias memperlihatkan hak pilihnya dalam pemilu, atau menurut pada polling kepuasan rakyat Indonesia terhadap demokrasi yang diperkenalkan semenjak tahun 1998.
  15. Tentang kerjasama internasional BIN. Hal ini merupakan kebutuhan dimana berdasarkan kepentingan bersama kerjasama yang seimbang sanggup terjadi. Namun demikian, dalam pantauan komunitas Blog Intelijen Indonesia, telah terjadi upaya rekrutmen dan pendataan anggota BIN oleh SVR Rusia melalui operasi pemberian pembinaan yang terus-menerus dilakukan setiap tahun, baca Penggalangan Rusia terhadap BIN. Saat ini SVR telah mempunyai puluhan foto dan data anggota BIN potensial untuk direkrut atau diakses. Hal yang serupa juga terjadi dengan pembinaan bahasa Inggris oleh ASIS/ASIO Australia, CIA Amerika Serikat, dan MSS/MPS China. Apabila pelatihannya hanya bahasa asing, apakah BIN begitu miskinnya untuk tergantung kepada Intel asing? Lembaga yang memperlihatkan kursus bahasa abnormal cukup banyak di Jakarta, bahkan untuk mengirimkan anggota BIN ke luar negeri mendalami bahasa abnormal tidaklah terlalu mahal bagi BIN. Faktor terpenting dalam pembinaan bahasa abnormal yakni minat, bakat, dan kontrol penilaian kepada siswa supaya terjamin keberhasilannya. Berdasarkan pertimbangan yang matang, kami menyarankan supaya BIN segera menghentikan atau mengevaluasi seluruh kerjasama internasional yang sifatnya pembinaan yang tidak perlu. Ibarat jeruk makan jeruk, BIN akan selamanya berada dibawah dominasi atau efek kepetangan abnormal apabila tidak segera menghentikan model kerjasama pembinaan tersebut. BIN tidak membutuhkan pembinaan kepetangan asing kepada anggota-anggotanya. Apabila memang tetap dibutuhkan pembinaan dari kepetangan abnormal maka persiapkan model Training of Trainers (ToT), dimana BIN cukup mengirimkan guru kepetangan dan para instruktur kepetangan untuk berguru dan kemudian mengajarkan apa yang dipelajari dari kepetangan abnormal kepada anggota BIN, bukan mengirimkan secara bergiliran seluruh anggota BIN kepada Intel asing. Hal ini sama saja dengan menyerahkan leher BIN kepada asing, dimana dikemudian hari akan semakin menciptakan BIN terperosok dalam kubangan kendali intelijen asing. Sebagai forum intelijen yang terhormat, janganlah secara sembrono berpikir bahwa pembinaan itu gratis adanya tanpa maksud tertentu.
  16. Demikian untuk menjadi periksa.  





Sumber https://intelindonesia.blogspot.com

0 Response to "Surat Terbuka Kepada Komjen Kecerdikan Gunawan Calon Kepala Bin"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel