Pembunuhan Huruf Presiden Ke-6 Sby
Gambar-gambar infografis berikut ini hanya sedikit referensi dari pembunuhan huruf terhadap Presiden ke-6 SBY. Tujuannya bukan semata-mata kepada pribadi SBY, melainkan memastikan hancurnya dapat dipercaya anaknya AHY yang mempunyai potensi kepemimpinan pada level nasional. Blog I-I tidak berwenang melaksanakan pemeriksaan wacana siapa-siapa yang berada dibalik upaya penghancuran nama baik keluarga SBY tersebut.
Mengapa SBY menjadi target?
Sebagaimana pernah diungkapkan dalam artikel Penggembosan Prabowo bahwa disamping Prabowo, maka SBY juga menjadi sasaran propaganda negatif dalam rangka melemahkan kekuatan politik keluarga SBY dan Partai Demokrat.
Secara umum semua fenomena yang sanggup dirangkum dalam kerangka pembunuhan huruf politisi tersebut berada dalam wilayah politik nasional yang kurang etis lantaran lebih banyak diwarnai oleh propaganda-propaganda negatif yang saling menyerang. Situasi yang serupa juga menimpa Presiden Jokowi. Semangatnya ialah saling menjatuhkan, menjelek-jelekkan, dan bila perlu menghacurkan nama baik serusak-rusaknya. Tujuannya tidak lain tidak bukan ialah kekuasaan melalui kompetisi pemilu berebut simpati dan pertolongan rakyat Indonesia.
Pengungkapan track record baik dan buruk dari seorang politisi ialah hal yang masuk akal dalam rangka memperlihatkan pendidikan politik kepada masyarakat semoga tidak salah menentukan dalam pemilu, Namun bila hal itu melampaui batas maka yang terjadi ialah isu bohong (hoax), tuduhan tanpa data, propaganda pembunuhan karakter, fitnah, dan yang paling berbahaya ialah penajaman perilaku saling curiga yang mengarah kepada konflik yang akan merugikan kepentingan nasional dan kepentingan rakyat Indonesia secara umum.
Presiden Ri ke-6 SBY menjadi sasaran bukan semata-mata lantaran menjelang pilpres 2019, melainkan lantaran musuh politiknya cukup jelas, yakni korban-korban politik yang ingin balas dendam atas dasar kebencian personal, penghianatan dari bulat SBY sendiri, Partai penguasa yang merasa khawatir dengan manuver politik SBY, serta yang terbanyak ialah petualang politik propagandis yang bekerja demi uang.
Sejumlah propaganda yang pribadi ditujukan kepada pribadi SBY antara lain berupaya memastikan SBY dan Prabowo tidak berkoalisi. Misalnya dengan memperbesar masalah ketika SBY berkuasa atau mengkaitkan SBY dengan kasus-kasus korupsi diperlukan Prabowo dan Gerindra menjaga jarak dengan SBY. Sebaliknya dengan mengdepankan masalah pemecatan Prabowo dari Tentara Nasional Indonesia yang rekomendasinya ditandatangani SBY juga bertujuan sama yakni memastikan SBY dan Prabowo tidak bersatu. Semuanya berada dalam budi game theory.
Semua propaganda negatif wacana SBY meningkat tajam ketika nama AHY muncul dalam bursa pilkada DKI Jakarta. Berbeda dengan kritik ketika SBY berkuasa atau pada masa awal Pemerintahan Jokowi, propaganda pembunuhan huruf SBY dilekatkan kepada Partai Demokrat dan keluarga SBY (bukan figur SBY semata). Sekali lempar satu propaganda beberapa sasaran terpukul, contohnya generalisasi Cikeas yag sanggup diterjemahkan sebagai keluarga SBY dan Partai Demokrat.
Kemudian propaganda tersebut juga dilakukan terus-menerus dengan aneka macam variasi termasuk penggunaan inforgrafis yang cepat dan gampang dipahami. Bahaya inforgrafis ialah mendikte lantaran menggiring pembaca pada kesimpulan tertentu. Manusia secara umum malas membaca detil peristiwa, malas mengusut kebenaran suatu data atau pernyataan, serta bahagia loncat kepada kesimpulan sederhana. Infografis yang disusun dengan garis penghubung atau anak panah, dengan narasi singkat dan gambar yang gampang dipahami akan mempercepat proses pengambilan kesimpulan pembaca yang umumnya merujuk kepada judul infografis tersebut.
Misalnya judul inforgrafis "Bau Busuk Cikeas di Mega Korupsi E-KTP", judul tersebut merupakan kesimpulan bahwa Cikeas (SBY/Partai Demokrat) terlibat masalah Mega Korupsi E-KTP. Pembentukan opini semacam itu merupakan khas operasi penggalangan opini masyarakat yang masuk dalam kategori propaganda hitam dalam teori propaganda intelijen.
Bidikan kepada SBY juga tidak terlepas dari manuver SBY dalam pilkada DKI Jakarta sebagaimana terungkap dalam penyadapan komunikasi SBY dengan Ketua MUI.
Tahu sama Tahu
Dalam politik nasional Indonesia terdapat kecenderungan posisi informasi Tahu sama Tahu sebagaimana juga Tahu yang kita makan, apabila dibenturkan akan hancur berantakan. Maksudnya aneka macam skandal dan masalah bernuansa politik pada umumnya sama-sama diketahui oleh para pihak yang bertikai. Intelijen politik masing-masing pihak sangat piawai dan mahir dalam mengumpulkan informasi. Baik itu skandal pribadi maupun skandal korupsi dan kongkalikong semua gampang diketahui bila anda cukup usang bermain di dunia intelijen politik. Persoalannya kemudian ialah bagaimana memakai informasi tersebut untuk kepentingan masing-masing.
Adakalanya terjadi perundingan dan kesepakatan, namun adakalanya tidak tercapai sehingga menajam dalam perbedaan-perbedaan yang tampak menyerupai konflik bagi masyarakat. Oposisi ialah hal yang biasa dan perlu dalam demokrasi sebagai checks and balances. Namun ketika oposisi bergerak dalam bentuk boikot maka terjadi kendala dalam proses politik. Sebaliknya ketika pemerintah berlebihan dalam menyikapi manuver oposisi, maka terjadi pula penyimpangan kekuasaan.
Tidak jarang terjadi semacam tebas pilih, dimana politisi yang akarnya melemah atau membusuk dipotong sekalian melalui proses hukum. Perhatikan mereka yang menjadi pesakitan terdakwa dalam masalah korupsi yang ditangani KPK. Semuanya berada dalam kondisi dimana akarnya mulai melemah. Anda mungkin beragurmentasi bagaimana dengan Setya Novanto dalam masalah E-KTP. Apabila diperhatikan sungguh-sungguh, semenjak perpecahan Golkar kubu Agung Laksono vs kubu ARB sanggup dikatakan Golkar mengalami krisis organisasi yang cukup serius. Sehingga secara faktual ketika kemudian Setya Novanto naik sebagai Ketua Golkar, kondisi Partai Golkar jauh dari solid dan tidak sedikit pengurus Golkar yang sudah siap menendang Setya Novanto dari posisinya.
Apabila masalah E-KTP tidak diintervensi secara politik, maka hampir mustahil bagi Setya Novanto untuk menyelamatkan diri dari jeratan hukum. Sebelumnya Setya novanto sanggup mengelak dan meyelamatkan diri dari masalah Freeport yang diungkap mantan Waka BIN yang juga mantan Direktur Utama Freeport, Maroef Sjamsoeddin. Artinya posisi Setya Novanto sudah mulai melemah tergerogoti dan mulai ditinggalkan kekuatan-keuatan politik di tanah air khususnya di dalam badan Golkar.
Situasi Tahu sama Tahu tersebut merupakan akar dari kegaduhan aneka macam perkembangan politik pada periode reformasi ini. Ketidakmampuan dalam mencapai kesepakatan bersama membangun Indonesia menyebabkan pihak-pihak yang berbeda pandangan dan kepentingan saling menggunting lipatan, itulah sebabnya berita-berita selalu membingungkan masyarakat. Seolah tidak ada hentinya dari masalah demi masalah yang terlalu berat sisi politiknya.
Jokowi sebagai presiden juga tidak menyadari sepenuhnya bahwa rekomendasi-rekomendasi yang dterimanya dan kemudian menjadi kebijakan juga mengandung jebakan. Misalnya Perppu Ormas dan Dana Haji untuk investasi pembangunan infrastruktur. Siapapun yang menyarankan hal tersebut terang ingin menjebak presiden. Khusus untuk Perppu hanya masalah momentum yang kurang sempurna (keadaan genting) dan klarifikasi serta mekanisme penentuan ormas Anti pancasila yang kurang dikedepankan. Sementara dalam dana haji terang jauh lebih menjebak lantaran sensitifitas syariah dan masalah nilai investasi dan jaminan bahwa investasi infrastruktur akan menguntungkan sesuai syariah.
Apabila pemerintah sudah kekurangan uang/dana untuk pembangunan infrastruktur mengapa memaksakan diri untuk ngotot terus membangun infrastruktur. Para ekonomi tentunya telah memperingatkan bahwa investasi sektor infrastruktur tidak akan menghasilkan laba instan secara pribadi dalam jangka pendek menyerupai orang berdagang atau membangun industri jasa maupun produksi barang.
Sebagai referensi contohnya pembangunan jalan raya dan pelabuhan bahari maupun udara. Setelah memakan dana trilyunan, investasi tersebut dampaknya gres akan terasa ketika sektor ekonomi lain yang memakai jalan raya dan pelabuhan mulai memanfaatkan infrastruktur tersebut berupa kecepatan transportasi, penghematan, dan kelancaran arus barang sehingga laba meningkat. Sementara sektor penyelenggara transportasi merasakannya dalam bentuk peningkatan volume arus transportasi. Sangat jauh berbeda kalkulasinya dengan sektor industri barang jadi. Walaupun investasi pembangunan infrastruktur menjanjikan keuntungan, biasanya hal itu juga lantaran ada jaminan dari pemerintah yang gotong royong juga sanggup menjadi beban. Singkat kata, pemerintah yang kekurangan dana ketika ini melihat peluang pinjam uang dari dana haji dan niscaya menjanjikan pengembalian dan keuntungan. Apabila dikelola secara bagi hasil syariah, maka agak sulit membayangkan kapan hasil laba proyek infrastruktur sanggup diperoleh. Paling gampang dengan bunga riba, bahkan sumber pengembalian dana haji oleh pemerintah kemungkinan dari pinjam lagi ke luar negeri tahun depan lantaran ketika ini hutang sudah terlalu banyak. Blog I-I menyarankan pemerintah untuk lebih waspada dan sabar dalam membangun infrastruktur di Indonesia. Siapa sesungguhnya yang diuntungkan? rakyatkah atau segelintir pemain usaha. Tidak serta merta seluruh proyek infrastruktur menguntungkan rakyat, alangkah baiknya bila pemerintah menghitung secara rasional dana yang dibutuhkan dan tersedia serta jangka waktu pelaksanaan yang jangan dibatasi masa 5 tahunan berkuasa, tetapi berkesinambungan siapapun presidennya. Sikap tergesa-gesa ingin berprestasi dalam wujud hasil pembangunan infrastruktur akan melemahkan pembangunan sektor lain yang juga berpotensi menyerap tenaga kerja menyerupai industri.
Kembali kepada soal pembunuhan huruf SBY, bersama ini komunitas Blog I-I ingin memberikan kepada segenap pembaca dan seluruh masyarakat Indonesia untuk menghentikan propaganda-propaganda hitam maupun abu-abu yang menyasar kepada individu dan kelompok khususnya pada level nasional. Hentikan penggiringan opini publik untuk membenci atau kehilangan simpati kepada tokoh nasional tertentu menyerupai SBY. Kemudian jangan mematikan masa depan generasi muda menyerupai AHY dan yang lainnya. Contoh SBY dan AHY disini bukan lantaran Blog I-I bersimpati, melainkan hanya sekedar referensi saja yang gampang sejalan dengan bukti-bukti dari masalah propaganda yang terjadi di tanah air tercinta kita.
Sebelum mengakhiri artikel ini perlu dicatat bahwa KEBOHONGAN YANG BERTUBI-TUBI yang dipakai sebagai senjata serangan kepada SBY mengadopsi teknik kampanye hitam fitnah hoax dan pembunuhan huruf ialah suatu teknik khusus yang dikenal sebagai Firehose of the Falsehood (FoF). Semoga SBY tetap dilindungi dari fitnah dengan teknik FoF tersebut.
Hal yang sama tentuya juga berlaku untuk generasi muda politisi menyerupai keluarga Megawati Sukarnoputri, keluarag Jokowi, keluarga Gus Dur, dan juga yang lainnya. Tanpa terjebak kepada politik dinasti, kita harus mulai menyebarkan cara pandang yang lebih positif dan tidak tendensius.
Berpikir positif wacana orang lain atau seorang tokoh tentunya tidak menghilangkan perilaku kritis terhadap kemungkinan hal yang buruk pada sang tokoh. Diperlukan kewajaran dalam arti kejelasan kritis kita terhadap para tokoh, apakah menurut fakta aturan ataukah prasangka buruk ataukah gossip semata. Mari kita berdiri Indonesia dalam semangat yang tidak merendahkan atau menghancurkan nama baik orang lain tanpa fakta.
Salam Intelijen
Dharma Bhakti Sumber https://intelindonesia.blogspot.com
Mengapa SBY menjadi target?
Sebagaimana pernah diungkapkan dalam artikel Penggembosan Prabowo bahwa disamping Prabowo, maka SBY juga menjadi sasaran propaganda negatif dalam rangka melemahkan kekuatan politik keluarga SBY dan Partai Demokrat.
Secara umum semua fenomena yang sanggup dirangkum dalam kerangka pembunuhan huruf politisi tersebut berada dalam wilayah politik nasional yang kurang etis lantaran lebih banyak diwarnai oleh propaganda-propaganda negatif yang saling menyerang. Situasi yang serupa juga menimpa Presiden Jokowi. Semangatnya ialah saling menjatuhkan, menjelek-jelekkan, dan bila perlu menghacurkan nama baik serusak-rusaknya. Tujuannya tidak lain tidak bukan ialah kekuasaan melalui kompetisi pemilu berebut simpati dan pertolongan rakyat Indonesia.
Pengungkapan track record baik dan buruk dari seorang politisi ialah hal yang masuk akal dalam rangka memperlihatkan pendidikan politik kepada masyarakat semoga tidak salah menentukan dalam pemilu, Namun bila hal itu melampaui batas maka yang terjadi ialah isu bohong (hoax), tuduhan tanpa data, propaganda pembunuhan karakter, fitnah, dan yang paling berbahaya ialah penajaman perilaku saling curiga yang mengarah kepada konflik yang akan merugikan kepentingan nasional dan kepentingan rakyat Indonesia secara umum.
Presiden Ri ke-6 SBY menjadi sasaran bukan semata-mata lantaran menjelang pilpres 2019, melainkan lantaran musuh politiknya cukup jelas, yakni korban-korban politik yang ingin balas dendam atas dasar kebencian personal, penghianatan dari bulat SBY sendiri, Partai penguasa yang merasa khawatir dengan manuver politik SBY, serta yang terbanyak ialah petualang politik propagandis yang bekerja demi uang.
Sejumlah propaganda yang pribadi ditujukan kepada pribadi SBY antara lain berupaya memastikan SBY dan Prabowo tidak berkoalisi. Misalnya dengan memperbesar masalah ketika SBY berkuasa atau mengkaitkan SBY dengan kasus-kasus korupsi diperlukan Prabowo dan Gerindra menjaga jarak dengan SBY. Sebaliknya dengan mengdepankan masalah pemecatan Prabowo dari Tentara Nasional Indonesia yang rekomendasinya ditandatangani SBY juga bertujuan sama yakni memastikan SBY dan Prabowo tidak bersatu. Semuanya berada dalam budi game theory.
Semua propaganda negatif wacana SBY meningkat tajam ketika nama AHY muncul dalam bursa pilkada DKI Jakarta. Berbeda dengan kritik ketika SBY berkuasa atau pada masa awal Pemerintahan Jokowi, propaganda pembunuhan huruf SBY dilekatkan kepada Partai Demokrat dan keluarga SBY (bukan figur SBY semata). Sekali lempar satu propaganda beberapa sasaran terpukul, contohnya generalisasi Cikeas yag sanggup diterjemahkan sebagai keluarga SBY dan Partai Demokrat.
Kemudian propaganda tersebut juga dilakukan terus-menerus dengan aneka macam variasi termasuk penggunaan inforgrafis yang cepat dan gampang dipahami. Bahaya inforgrafis ialah mendikte lantaran menggiring pembaca pada kesimpulan tertentu. Manusia secara umum malas membaca detil peristiwa, malas mengusut kebenaran suatu data atau pernyataan, serta bahagia loncat kepada kesimpulan sederhana. Infografis yang disusun dengan garis penghubung atau anak panah, dengan narasi singkat dan gambar yang gampang dipahami akan mempercepat proses pengambilan kesimpulan pembaca yang umumnya merujuk kepada judul infografis tersebut.
Misalnya judul inforgrafis "Bau Busuk Cikeas di Mega Korupsi E-KTP", judul tersebut merupakan kesimpulan bahwa Cikeas (SBY/Partai Demokrat) terlibat masalah Mega Korupsi E-KTP. Pembentukan opini semacam itu merupakan khas operasi penggalangan opini masyarakat yang masuk dalam kategori propaganda hitam dalam teori propaganda intelijen.
Bidikan kepada SBY juga tidak terlepas dari manuver SBY dalam pilkada DKI Jakarta sebagaimana terungkap dalam penyadapan komunikasi SBY dengan Ketua MUI.
Tahu sama Tahu
Dalam politik nasional Indonesia terdapat kecenderungan posisi informasi Tahu sama Tahu sebagaimana juga Tahu yang kita makan, apabila dibenturkan akan hancur berantakan. Maksudnya aneka macam skandal dan masalah bernuansa politik pada umumnya sama-sama diketahui oleh para pihak yang bertikai. Intelijen politik masing-masing pihak sangat piawai dan mahir dalam mengumpulkan informasi. Baik itu skandal pribadi maupun skandal korupsi dan kongkalikong semua gampang diketahui bila anda cukup usang bermain di dunia intelijen politik. Persoalannya kemudian ialah bagaimana memakai informasi tersebut untuk kepentingan masing-masing.
Adakalanya terjadi perundingan dan kesepakatan, namun adakalanya tidak tercapai sehingga menajam dalam perbedaan-perbedaan yang tampak menyerupai konflik bagi masyarakat. Oposisi ialah hal yang biasa dan perlu dalam demokrasi sebagai checks and balances. Namun ketika oposisi bergerak dalam bentuk boikot maka terjadi kendala dalam proses politik. Sebaliknya ketika pemerintah berlebihan dalam menyikapi manuver oposisi, maka terjadi pula penyimpangan kekuasaan.
Tidak jarang terjadi semacam tebas pilih, dimana politisi yang akarnya melemah atau membusuk dipotong sekalian melalui proses hukum. Perhatikan mereka yang menjadi pesakitan terdakwa dalam masalah korupsi yang ditangani KPK. Semuanya berada dalam kondisi dimana akarnya mulai melemah. Anda mungkin beragurmentasi bagaimana dengan Setya Novanto dalam masalah E-KTP. Apabila diperhatikan sungguh-sungguh, semenjak perpecahan Golkar kubu Agung Laksono vs kubu ARB sanggup dikatakan Golkar mengalami krisis organisasi yang cukup serius. Sehingga secara faktual ketika kemudian Setya Novanto naik sebagai Ketua Golkar, kondisi Partai Golkar jauh dari solid dan tidak sedikit pengurus Golkar yang sudah siap menendang Setya Novanto dari posisinya.
Apabila masalah E-KTP tidak diintervensi secara politik, maka hampir mustahil bagi Setya Novanto untuk menyelamatkan diri dari jeratan hukum. Sebelumnya Setya novanto sanggup mengelak dan meyelamatkan diri dari masalah Freeport yang diungkap mantan Waka BIN yang juga mantan Direktur Utama Freeport, Maroef Sjamsoeddin. Artinya posisi Setya Novanto sudah mulai melemah tergerogoti dan mulai ditinggalkan kekuatan-keuatan politik di tanah air khususnya di dalam badan Golkar.
Situasi Tahu sama Tahu tersebut merupakan akar dari kegaduhan aneka macam perkembangan politik pada periode reformasi ini. Ketidakmampuan dalam mencapai kesepakatan bersama membangun Indonesia menyebabkan pihak-pihak yang berbeda pandangan dan kepentingan saling menggunting lipatan, itulah sebabnya berita-berita selalu membingungkan masyarakat. Seolah tidak ada hentinya dari masalah demi masalah yang terlalu berat sisi politiknya.
Jokowi sebagai presiden juga tidak menyadari sepenuhnya bahwa rekomendasi-rekomendasi yang dterimanya dan kemudian menjadi kebijakan juga mengandung jebakan. Misalnya Perppu Ormas dan Dana Haji untuk investasi pembangunan infrastruktur. Siapapun yang menyarankan hal tersebut terang ingin menjebak presiden. Khusus untuk Perppu hanya masalah momentum yang kurang sempurna (keadaan genting) dan klarifikasi serta mekanisme penentuan ormas Anti pancasila yang kurang dikedepankan. Sementara dalam dana haji terang jauh lebih menjebak lantaran sensitifitas syariah dan masalah nilai investasi dan jaminan bahwa investasi infrastruktur akan menguntungkan sesuai syariah.
Apabila pemerintah sudah kekurangan uang/dana untuk pembangunan infrastruktur mengapa memaksakan diri untuk ngotot terus membangun infrastruktur. Para ekonomi tentunya telah memperingatkan bahwa investasi sektor infrastruktur tidak akan menghasilkan laba instan secara pribadi dalam jangka pendek menyerupai orang berdagang atau membangun industri jasa maupun produksi barang.
Sebagai referensi contohnya pembangunan jalan raya dan pelabuhan bahari maupun udara. Setelah memakan dana trilyunan, investasi tersebut dampaknya gres akan terasa ketika sektor ekonomi lain yang memakai jalan raya dan pelabuhan mulai memanfaatkan infrastruktur tersebut berupa kecepatan transportasi, penghematan, dan kelancaran arus barang sehingga laba meningkat. Sementara sektor penyelenggara transportasi merasakannya dalam bentuk peningkatan volume arus transportasi. Sangat jauh berbeda kalkulasinya dengan sektor industri barang jadi. Walaupun investasi pembangunan infrastruktur menjanjikan keuntungan, biasanya hal itu juga lantaran ada jaminan dari pemerintah yang gotong royong juga sanggup menjadi beban. Singkat kata, pemerintah yang kekurangan dana ketika ini melihat peluang pinjam uang dari dana haji dan niscaya menjanjikan pengembalian dan keuntungan. Apabila dikelola secara bagi hasil syariah, maka agak sulit membayangkan kapan hasil laba proyek infrastruktur sanggup diperoleh. Paling gampang dengan bunga riba, bahkan sumber pengembalian dana haji oleh pemerintah kemungkinan dari pinjam lagi ke luar negeri tahun depan lantaran ketika ini hutang sudah terlalu banyak. Blog I-I menyarankan pemerintah untuk lebih waspada dan sabar dalam membangun infrastruktur di Indonesia. Siapa sesungguhnya yang diuntungkan? rakyatkah atau segelintir pemain usaha. Tidak serta merta seluruh proyek infrastruktur menguntungkan rakyat, alangkah baiknya bila pemerintah menghitung secara rasional dana yang dibutuhkan dan tersedia serta jangka waktu pelaksanaan yang jangan dibatasi masa 5 tahunan berkuasa, tetapi berkesinambungan siapapun presidennya. Sikap tergesa-gesa ingin berprestasi dalam wujud hasil pembangunan infrastruktur akan melemahkan pembangunan sektor lain yang juga berpotensi menyerap tenaga kerja menyerupai industri.
Kembali kepada soal pembunuhan huruf SBY, bersama ini komunitas Blog I-I ingin memberikan kepada segenap pembaca dan seluruh masyarakat Indonesia untuk menghentikan propaganda-propaganda hitam maupun abu-abu yang menyasar kepada individu dan kelompok khususnya pada level nasional. Hentikan penggiringan opini publik untuk membenci atau kehilangan simpati kepada tokoh nasional tertentu menyerupai SBY. Kemudian jangan mematikan masa depan generasi muda menyerupai AHY dan yang lainnya. Contoh SBY dan AHY disini bukan lantaran Blog I-I bersimpati, melainkan hanya sekedar referensi saja yang gampang sejalan dengan bukti-bukti dari masalah propaganda yang terjadi di tanah air tercinta kita.
Sebelum mengakhiri artikel ini perlu dicatat bahwa KEBOHONGAN YANG BERTUBI-TUBI yang dipakai sebagai senjata serangan kepada SBY mengadopsi teknik kampanye hitam fitnah hoax dan pembunuhan huruf ialah suatu teknik khusus yang dikenal sebagai Firehose of the Falsehood (FoF). Semoga SBY tetap dilindungi dari fitnah dengan teknik FoF tersebut.
Hal yang sama tentuya juga berlaku untuk generasi muda politisi menyerupai keluarga Megawati Sukarnoputri, keluarag Jokowi, keluarga Gus Dur, dan juga yang lainnya. Tanpa terjebak kepada politik dinasti, kita harus mulai menyebarkan cara pandang yang lebih positif dan tidak tendensius.
Berpikir positif wacana orang lain atau seorang tokoh tentunya tidak menghilangkan perilaku kritis terhadap kemungkinan hal yang buruk pada sang tokoh. Diperlukan kewajaran dalam arti kejelasan kritis kita terhadap para tokoh, apakah menurut fakta aturan ataukah prasangka buruk ataukah gossip semata. Mari kita berdiri Indonesia dalam semangat yang tidak merendahkan atau menghancurkan nama baik orang lain tanpa fakta.
Salam Intelijen
Dharma Bhakti Sumber https://intelindonesia.blogspot.com
0 Response to "Pembunuhan Huruf Presiden Ke-6 Sby"
Posting Komentar