Pamitan: Innalillahi Wainna Ilaihi Roji'un

Blog I-I hanya mampir sejenak mengisi ruang waktu dalam kata, kalimat, paragraf, dan artikel-artikel pendek dengan semangat nasionalisme Indonesia di bidang intelijen. Bersama seluruh teman Blog I-I saling berbagi, berguru bersama demi masa depan Indonesia yang lebih baik.

Bila dahulu saya berikrar menyerupai ini:

"Kami Datang dan Berkumpul di Bogor Tidak Saling Mengenal, Kami Berpisah sebagai Kawan Seperjuangan untuk Membela Tanah Air.”

Maka hingga kematian menjemput saya tetap berikrar:

"Kami Kawan Seperjuangan tetap Membela Tanah Air hingga Akhir Hayat, walau Terpisah dan Kembali Tidak Saling Mengenal"

(Senopati Wirang)


Berulangkali Eyang Senopati Wirang memberikan bahwa kesedihan dia yang paling mendalam yaitu ketika menyaksikan generasi penerus intelijen yang kehilangan semangat juang dan jatidirinya. Kesedihan dia yaitu ketika intelijen diisi oleh mereka yang tidak memahami intelijen hingga alhasil intelijen tersungkur dalam jurang kehancurannya dan menggeret bangsa Indonesia ke jurang neraka dunia.

Berikut ini penuturan Eyang Senopati Wirang:
Ketika saya dan beberapa sesepuh jaring Blog I-I mengikuti pendidikan terbatas dalam grup kecil untuk menjadi kadet calon biro dibawah bimbingan Kolonel Zulkifli Lubis, ada satu prinsip dasar intelijen yang kami praktekkan hingga kematian menjemput, yakni "kami tiada pernah ada sebagai intel". Kami yaitu insan biasa hidup dalam banyak identitas yang secara masuk akal natural kami jalani tanpa pernah sedikitpun merasa sebagai seorang intel. Berbekal catatan goresan pena tangan manual dari Sekolah Intelijen Nakano, kebanyakan penerima didik harus segera menuntaskan training antara dua ahad hingga sebulan. Setelah menguasai dasar-dasar intelijen, maka pelajaran berikutnya yaitu pribadi dengan praktek yang merujuk kepada teori-teori dasar intelijen. Sejarah Intelijen Indonesia hanya mencatat mantan PETA dan lulusan Nakano sebagai pionir intelijen Indonesia, namun lupa mencatat jaringan intelijen yang dididik pribadi oleh mereka yang tidak terserap ke dalam organ resmi Badan Instimewa (BI), BRANI dst maupun ke dalam Pengawasan Aliran Masyarakat (PAM). Meskipun waktu itu saya dan beberapa teman belum secara resmi mengabdi kepada negara dan bangsa, namun kami telah mendapatkan tugas-tugas yang seharusnya dilakukan oleh anggota Penyelidik Militer Chusus (PMC).

Kegiatan kami di PMC tidak berumur panjang, sesudah perpecahan kepentingan dalam Badan spesial dan perkara Dr. Soetjipto serta aneka macam intrik para petinggi militer, kami dialihkan ke unit khusus yang hanya diketahui 3 orang dari BRANI lantaran kebetulan Kolonel Zulkifli Lubis masih berkibar pamornya. Tetap dalam posisi "anjing kurap" Intel Resmi pemerintah kami setia mengabdi dan memperhatikan betapa kepentingan-kepentingan politik kekuasaan yaitu "pokok" pekerjaan intelijen Indonesia.

Seiring waktu kami terpisah-pisah dalam penugasan resmi yang berbeda-beda mengabdi kepada negara diangkat menjadi anggota TNI, Polisi, sebagian membantu Mas dr. Roebiono dan sebagian melanjutkan sekolah pendidikan tinggi baik di universitas di dalam negeri maupun di luar negeri, iya semuanya terputus hubungan. Saya sendiri cukup beruntung berkeliling dunia memantapkan politik bebas aktif Indonesia melalui jaringan intelijen dan lobby internasional memudahkan langkah Presiden Republik Indonesia di luar negeri, meningkatkan pamor Indonesia. Hanya satu tali pengikat membela kepentingan nasional Indonesia dengan teknik dan kemampuan intelijen. Satu prinsip yang tidak akan pernah hilang dari ingatan dan hati kami: "kami tiada pernah ada". Sampai alhasil kami tidak pernah melaksanakan reuni fisik, menghilang dalam bidang yang sangat berbeda dengan dunia intelijen, namun tetap berkomunikasi secara klandestin mengawal perjalanan intelijen Indonesia.

Pada era Orde Baru, kami yaitu pelempar gagasan sejumlah lembaga nasional yang dipakai Presiden Suharto untuk mengendalikan seluruh kekuatan politik dalam negeri. Hampir seluruh lembaga bentukan pemerintah Orde gres ada kami di belakangnya. Kami membina boneka-boneka tokoh nasional yang loyal kepada Presiden Suharto dari aneka macam latar belakang agama, suku, kelompok, dan profesional. Sebagian dari kami melaksanakan dealing dengan sejumlah pengusaha yang kemudian menjadi konglomerat hitam untuk dana infinit BAKIN. Sebagian lagi melaksanakan operasi marjinalisasi kekuatan politik Islam dengan kambing hitam kelompok Darul Islam, berhubungan dengan beberapa tokoh Darul Islam membuat sebuah dongeng hitam wacana ancaman Islam, semua tentunya dengan memperkaya para tokoh Darul Islam yang tampak moderat. Meskipun kami tahu bahwa terjadi saling memanfaatkan, namun waktu itu strateginya sudah tepat lantaran sebesar apapun kekuatan Islam akan dengan gampang dimusnahkan dengan kekuatan militer. Jemaah Islamiyah (JI) yaitu dampak masuk akal dari sebuah operasi yang putus di tengah jalan. Pada dikala memaksimalkan penghancuran kekuatan Islam radikal, dilakukan pula pengalihan perhatian publik dengan operasi psikologis "kejut" dengan sasaran residivis/preman yang meresahkan masyarakat (lebih dikenal publik dengan nama PETRUS).

Selanjutnya pada periode-periode 1980-1990-2000-an hingga reformasi yaitu masa-masa perpecahan diantara kami. Sebagian mendukung Benny Murdhani, sebagian menganggap Ali Murtopo lebih idealis. Ketika keluarga Soekarno kembali dianggap sebagai ancaman oleh Orde Baru,  sebagian merapat ke Megawati, sebagian tetap setia kepada Presiden Suharto. Terus semakin terkotak-kotak di era reformasi sebagian mendukung SBY, sebagian bahkan menjadi orang bersahabat Megawati, kemudian beberapa berada di belakang LBP sebagian lagi bersimpati ke PS tanpa disadari oleh LBP dan PS. Sebagian tidak lelah-lelahnya melindungi Hendropriyono demi nama baik Intelijen Negara, sebagian memastikan BIN berada di dalam koridor yang benar. Sebagian mengawal reformasi Tentara Nasional Indonesia dan Polisi, sebagian lagi menjadi tokoh LSM, menyebar ke seluruh partai politik, menyebar ke seluruh ormas bahkan menjadi pecahan dari gerakan yang dianggap radikal dalam pengumpulan warta dst...dst kami ada dimana-mana. Yang niscaya satu per satu telah meninggalkan dunia ini bahkan tanpa sedikitpun terkait dengan intelijen. Begitu tepat dalam dedikasi intelijen tanpa jejak tanpa catatan, tanpa pujian.

Catatan Dharma Bhakti:
Bila anda termasuk saksi sejarah yang masih hidup niscaya akan galau dengan catatan saya tersebut. Tentunya jangan dibaca secar harfiah bagaikan intelijen super yang ada dimana-mana. Apa yang terjadi yaitu pecahan dari propaganda gagasan yang memanfaatkan jaringan. Sebelum maraknya media massa dan meluasnya kanal masyarakat kepada warta menyerupai televisi, internet, dan media sosial, proses penggalangan opini hanya sanggup terjadi secara efektif melalui kontak-kontak yang terjaga baik. Kemudian hanya dibutuhkan sedikit dorongan sebagai pengungkit maka pesan sanggup disampaikan oleh tokoh-tokoh berpengaruh. Untuk dikala ini, metode tersebut sudah lama dan terlalu lama lantaran kecepatan dan kekuatan media jauh lebih memilih imbas propaganda dan counter propaganda. Sebagai pola contohnya wacana perdebatan wacana UU Pemilu atau Perppu Ormas yang dalam waktu sangat singkat menjadi polemik dan perdebatan publik serta konsumsi diskusi-diskusi politik. Berbagai kepentingan yang bermain tampak bermunculan dalam jumlah yang banyak dalam bentuk pro dan kontra, sehingga tidak cukup waktu untuk pengkondisian. Di masa kemudian hal itu mustahil terjadi, lantaran ada proses pengkondisian yang matang oleh intelijen. Di masa kini panglimanya yaitu benar-benar penegakkan hukum. 

Penuturan Eyang Senopati Wirang:
Kami hilang dalam hiruk pikuk dinamika sosial politik keamanan ekonomi. Satu pengikat patriotisme BRANI untuk rakyatlah yang menyatukan hati dan pikira kami dalam menghipnotis tokoh-tokoh intelijen Indonesia dari masa ke masa. Kami tidak bekerja untuk kepentingan individu maupun kelompok, walaupun kadang terjadi proteksi dan simpati kami kepada para tokoh nasional, namun kami tetap kritis demi bangsa dan negara. Semua mungkin akan hanya menjadi kenangan pribadi masing-masing dan tidak pernah tercatat dalam sejarah lantaran tidak ada satupun yang membuat memoar, kami akan segera mengundurkan diri fade away. Tidak sedikit caci maki lantaran kegagalan dari sisi misi intelijen, kami lihat sebagai blessing in disguise untuk bangsa Indonesia. Sebagian besar kami sangat sederhana dan menghindari kehidupan glamor demi menjaga integritas, dan cukup senang dengan ketiadaan kami. Sekaligus ingin kami kabarkan, kami sudah lelah....dan merasa telah mencapai batas kekuatan dalam pembinaan generasi penerus Blog I-I. Namun lantaran Pemerintahan Jokowi dan BIN sangat memusuhi kami, menghukumi simpatisan kami dari generasi muda intelijen secara sewenang-wenang, maka mungkin hal itu merupakan sinyal dari Yang Maha Kuasa untuk mempersiapkan kematian kami dengan banyak istighfar, memohon ampunan Tuhan Yang Maha Pengasih Maha Penyayang, memohon ma'af kepada seluruh komunitas intelijen, memohon ma'af kepada seluruh teman Blog I-I, serta juga mohon ma'af kepada seluruh rakyat Indonesia.

Forum atau komunitas Intelijen Indonesia (F I-I) awalnya yaitu nostalgia masa kemudian yang dijiwai oleh kepedulian atas masa depan Indonesia. Begitu banyak dosa intelijen kepada masyarakat Indonesia mungkin seimbang dengan jasa-jasa yang tidak terlihat, mungkin juga tidak. Tidak ada ukuran keberhasilan dan manfaat intelijen yang sanggup dilihat dalam skala negara. Meski telah berulangkali mengingatkan pemerintah khususnya Presiden Suharto wacana dinamika kekuatan politik dalam negeri, wacana gerakan anti pemerintah yang semakin menguat semenjak kegagalan meredupkan Petisi 50 dan maraknya gerakan sosial masyarakat yang lebih dikenal dengan civil society, namun kami justru dianggap menggerogoti kekuasaan. Akhirnya kami memihak kepada kehendak rakyat tanpa pernah menghianati negara. Sejak awal 1990-an mengawal gerakan mahasiswa dan gerakan bawah tanah anti Suharto, tetap mengawasi dan menyerahkan kepada Pemerintah apakah akan mengambil tindakan ataukah meremehkannya. Karena pimpinan intelijen khususnya BAKIN sudah semakin lemah (era terburuk dalam sejarah intelijen yaitu tahun final 1980an dan awal 1990-an) dimana rekrutmen sangat jelek dengan kualitas yang sungguh sangat-sangat buruk. Kualitas yang jelek tersebut sanggup dibuktikan oleh pimpinan BIN dikala ini untuk melaksanakan pengecekan SDM BIN yang direkrut pada tahun antara 1989-1996. Tanggal 11 September 1995, F I-I mulai menuliskan kalimat-kalimat pembukaan, walaupun belum dipublikasikan lantaran belum ada platform online yang dirasa cocok. Pada final tahun 1999 sesudah Blogger diluncurkan, kami berpikir alangkah baiknya untuk memanfaatkan platform Blog dan pada Desember 1999 kami tetapkan untuk membentuk Komunitas Blog I-I, dikala itu masih belum dipublikasikan. Menyikapi aneka macam kejadian reformasi dan menyaksikan betapa lemahnya Intelijen Indonesia, kami menjadi sangat yakin bahwa kami sanggup meniupkan semangat profesionalisme dan idealisme intelijen kepada generasi muda intelijen baik dari TNI, Polisi maupun BIN. Blog I-I secara resmi mulai dipublikasikan pada awal tahun 2003, berturut-turut dengan artikel yang sangat pendek hanya sebagai uji coba, hingga alhasil secara terencana sanggup disi secara bergantian. Untuk memudahkan komunikasi, Blog I-I dipersonalisasikan dengan Senopati Wirang, sebuah nama samaran sesepuh tertua Blog I-I yang kami harapkan sanggup diresapi oleh siapapun insan Intelijen Indonesia untuk bersikap rendah hati lantaran situasi wirang (malu) lantaran banyaknya kekurangan yang dimiliki intelijen Indonesia.

Namun kami tetap bersikap menyerupai Senopati dalam yang siap mati dalam setiap pertempuran membela bangsa dan negara Indonesia.

Sejarah singkat tersebut mungkin sanggup memenuhi rasa ingin tahu para pembaca Blog I-I yang selama ini bertanya-tanya di dalam hati. Mohon untuk sanggup dimaklumi, bahwa sebagian diskusi sensitif bersifat tertutup dan apa-apa yang dipublikasikan oleh Blog I-I secara terukur bertujuan semata-mata untuk saling berguru bersama memajukan Intelijen Indonesia.

Mungkin anda menganggap kami hanyalah anjing kurap yang tidak bisa mengobati gatal di sekujur tubuhnya yang alhasil tidak lagi mencicipi gatal yang menyiksa itu. Namun terinspirasi oleh penderitaan Nabi Ayub dengan penyakit kustanya, kami tetap mengabdi. Kami lemah lantaran tidak punya cukup uang untuk pembinaan agen, namun kami kuat lantaran idealisme tak lekang oleh waktu dan tekanan. Hidup di dunia hanyalah sementara, berharap bahwa segala dosa kami sanggup dima'aafkan.

Tidak pernah sedikitpun kami berniat menjadi gangguan bagi bangsa dan negara apalagi terhadap yang kami sayangi seluruh komunitas intelijen Indonesia. Pimpinan tertinggi Intelijen Resmi tidak pernah menyapa kami bahkan kami dihujani fitnah yang keji, diblokir Pemerintahan Jokowi dan secara perlahan mejadi sepi menyerupai kuburan yang tidak lagi terurus oleh generasi penerusnya.

Catatan Dharma Bhakti:
Eyang Senopati Wirang awalnya ingin Blog I-I dilanjutkan oleh generasi emas Intelijen 2045 khususnya kepada generasi muda BIN, BAIS, TNI, dan Polisi Republik Indonesia untuk menyongsong 100 Tahun Indonesia yang jaya, kuat, adil, sejahtera dan merata. Namun menyaksikan pembusukan BIN, politisasi Polisi dan semakin lemahnya pembinaan anggota serta terkotak-kotaknya unsur-unsur dalam badan BIN dari latar belakang rekrutmen yang kurang tepat serta sistem promosi yang tidak profesional, maka niat tersebut diurungkan. Eyang Senopati Wirang telah wafat meninggalkan kita selama-lamanya. Mohon dibukakan pintu ma'af yang seluas-luasnya lantaran tentu Eyang Senopati Wirang juga tidak luput dari kesalahan dan dosa-dosa.

Oleh lantaran itu, dengan berat hati kami pengurus Blog I-I ingin memberikan pamitan kepada seluruh teman Blog I-I dengan artikel perpisahan yang dikonsepkan oleh sahabat-sahabat Eyang Senopati dengan sedikit membuka tabir pendiri Blog I-I ini. Sayangnya lantaran terikat sumpah ketiadaan, maka teman Blog I-I tidak akan pernah sanggup mengetahui siapa Eyang Senopati Wirang sesungguhnya. Satu hal yang tidak pernah akan sanggup dibayangkan oleh generasi muda intelijen yaitu fakta bahwa hingga kematian menjemputpun kami diketahui masyarakat sebagai orang biasa saja, sama sekali tidak terkait dengan intelijen. Diantara sesama orang jasus penghormatan kami lakukan sendiri-sendiri di kuburan Eyang Senopati Wirang teriring do'a kepada Yang Maha Kuasa.

Kemudian terkait dengan kelanjutan Blog I-I, perlu disampaikan bahwa sesudah meninggalnya salah satu guru jasus yang satu angkatan dengan Kolonel Zulkifli Lubis pada tahun 2011, bergotong-royong Blog I-I sudah pernah ingin diakhiri. Namun mengingat pentingnya penciptaan ilham bagi generasi muda intelijen, maka Blog I-I tetap dilanjutkan. Saat ini hanya tinggal 2 jasus senior yang sezaman dengan Eyang Senopati Wirang yang masih hidup, dia tetapkan untuk mengundurkan diri dari aktivitas memberikan pesan dan analisa melalui Blog I-I. Beberapa senior sepuh lainnya dari generasi '65 dan 70' juga merasa perlu untuk introspeksi atas dampak negatif yang menimpa simpatisan Blog I-I dari generasi muda BIN yang dizhalimi dikriminalkan tanpa merujuk kepada peraturan aparatur sipil negara (ASN), secara tidak adil dirusak masa depannya walaupun mereka tidak melaksanakan kesalahan yang prinsipil yang pantas dihukumi tanpa pembelaan berarti.

Sementara jaringan muda intelijen Blog I-I masih berpikir-pikir apakah Blog I-I masih layak dipertahankan sebagai wadah penyampaian aspirasi, kritik, analisa, kajian, dan masukan di bidang intelijen. Sebagian besar terlalu sibuk dengan bisnis, pekerjaan, dan aneka macam tanggung jawab masing-masing yang lebih banyak didominasi bukan di bidang intelijen walaupun skill intelijennya sangat tinggi dan jauh diatas kualitas BIN, BAIS TNI, dan Intel Polisi. Sementara jaring Blog I-I yang berada dalam komunitas intelijen resmi mencicipi kuatnya politisasi intelijen dan merasa perlu untuk kontemplasi berpikir strategis dan menghentikan komunikasi hingga batas waktu yang belum ditentukan. Komunitas hacker Blog I-I juga sudah kembali ke sangkar masing-masing, tidur dan siap diaktifkan hanya untuk sungguh-sungguh kepentingan nasional dan bukan kepentingan kekuasaan.

Pesan terakhir Eyang Senopati Wirang:
"Tahun 2019 bumi nusantara menjadi panas, emosi, ego kelompok, rasa takut, rasa sombong, rasa serakah, dan rasa curiga merajalela. Hal itu akan semakin rumit dengan muslihat yang tidak terkendali di media sosial, grup atau lembaga komunikasi. Saya melihat sekilas cahaya waskita di BIN yang akan menjadi rebutan calon pemimpin nasional baik Jokowi maupun Prabowo kalau keduanya masih hidup, lantaran tidak ada alternatif lain yang cukup kuat untuk memimpin Indonesia. PDI-P hanya sanggup bertahan menjaga bunyi pendukungnya, Gerindra sedikit berubah semakin baik, Golkar terus mengalami penurunan walau tidak besar, Partai Demokrat semakin terpuruk lantaran inward looking dan personalisasi keluarga SBY yang semakin kurang laris serta SBY kehilangan akar di BIN lantaran melupakan/mengabaikan network/akses dengan personil organik BIN, Partai-Partai Islam mengalami stagnasi. Hasil pemilu legislatif tidak jauh berbeda dengan yang sudah-sudah, namun pilpres 2019 akan sangat istimewa."

"Waskita di dalam BIN akan menjadi cahaya tersembunyi yang cenderung menghindar dari jabatan, kekuasaan dan uang, semoga sanggup dijaga baik-baik generasi organik BIN berpendidikan khusus dan tinggi. Bukan hanya tinggi secara pendidikan formal, melainkan juga bathin yang terasah tajam. Waskita tersembunyi di BIN, dia yaitu Abdi Bangsa dengan gelar Sapu Angin, sekaligus Sabdo Palon merangkap Naya Genggong. Siapapun calon presiden Indonesia yang menemukan waskita tersembunyi di BIN akan berjaya dengan memenangkan hati dan pikiran rakyat Indonesia serta mewujudkan Indonesia yang lebih baik. Karena kerahasiaannya, maka dia harus dijebak dengan pertanyaan-pertanyaan yang sangat sulit semoga sanggup dikenali. Dia juga harus dijebak dengan uang dan kesepakatan jabatan lantaran tidak ada yang sanggup membelinya. Dia lebih senang dipecat disingkirkan daripada memberikan asal Bapak senang. Bahkan hanya dengan keberadaannya di bersahabat pimpinan nasional, dampaknya akan terasa. Tanpa analisa dan pendapatnya, dampaknya akan terasa. Pendapatnya kadang terdengar ndeso namun sangat fundamental dan tepat sasaran. Akan sangat sulit menemukan Sapu Angin yang akan menolak disebut Sapu Angin dengan jiwa raganya. Cara paling efektif yaitu persuasif "memaksanya" dengan halus untuk masa depan Indonesia dan dirumahkan bagaikan penjara dengan pengertian untuk keamanannya, namun pastikan kebutuhan keluarganya dicukupi. Jangan menyakiti Sapu Angin lantaran eksekusi alam darinya tidak sanggup anda bayangkan. Semakin Sapu Angin tidak mengeluh semakin berbahaya bagi siapapun yang menyakitinya. Serta tetap rahasiakan dari siapapun kalau anda dari salah satu kekuatan politik nasional berhasil menemukannya."

"Pesan saya ini sekaligus "menggugurkan" ramalan kekalahan Jokowi dalam pilpres 2019, lantaran boleh jadi waskita tersembunyi di BIN tersebut ditemukan Jokowi lebih dahulu dari pada calon-calon Presiden lainnya. Namun saya melihat kemungkinan besar, Sapu Angin akan tetap tersembunyi dan sangat sulit ditemukan, sehingga jalannya pilpres 2019 akan menjadi catatan sejarah perjalanan bangsa Indonesia. Walaupun kelemahan Sapu Angin Indonesia era 21 yang bersembunyi di BIN yaitu hilangnya kemampuan Sapu Jagad sebagaimana kejayaan penasihat-penasihat Raja-Raja di Nusantara, di era modern peranan Sapu Jagad sudah bermetamorfosa menjadi kekuatan Polisi dan Tentara yang profesional. Meskipun secara fisik Sapu Angin tidak berada disisi Jokowi, Sapu Angin tetap berada di kubu Jokowi lantaran sumpah intelijen untuk setia kepada negara bangsa dan pemerintah, sementara Prabowo kalau ingin menjadi Presiden harus menemukan Sapu Angin dan memohonnya untuk mendukung dan meninggalkan BIN kalau perlu dengan sedikit paksaan lantaran Prabowo mustahil sanggup menjadi Presiden tanpa didampingi Sapu Angin. Seluruh konsultan mahal baik dari dalam negeri maupun luar negeri akan percuma. Sementara itu, apabila Kepala BIN cerdas, maka mintalah analisa kepada siapapun yang diduga sebagai sosok Sapu Angin untuk keperluan Presiden, maka Jokowi secara tidak pribadi akan mendapatkan masukan dari Sapu Angin sehingga ramalan kekalahan Jokowi sanggup dicegah."

"Pengecualian akan terjadi apabila Sapu Angin ternyata bersimpati kepada salah satu calon wakil presiden yang dipilih oleh Jokowi atau Prabowo. Satu hal yg niscaya Sapu Angin lebih tertarik kepada pemimpin yang profesional dan mempunyai visi yang terang dan mudah untuk kesejahteraan rakyat Indonesia. Sementara ini, Jokowi biasa saja dan bukan Ratu Adil impian rakyat Indonesia, Prabowo juga biasa saja dan bukan Ratu Adil yang mejadi dambaan rakyat Indonesia. Walaupun saya menggugurkan ramalan kekalahan Jokowi di tahun 2019, penglihatan pertama saya tetap kekalahan Jokowi dan itu semua akan ditentukan oleh siapa gerangan yang akan menjadi calon wakil presiden Jokowi dan Prabowo. Andaikata saya masih hidup tentu sangat gampang untuk mengetahui siapa yang akan menang sesudah pasangan calon presiden dan wakil presiden diumumkan".

"Sejarah telik sandi Kerajaan Nusantara selalu dilengkapi dengan waskita dalam arti bergotong-royong yakni mengetahui yang ghaib walaupun sedikit. Pengetahuan ghaib yang sedikit tersebut harus dilengkapi pengetahuan saintifik dan skill jasus yang banyak, sehingga insan intelijen menjadi profesional. Waskita tersembunyi di organisasi intelijen yaitu intisari intelijen. Sejak era Bang Zulkifli Lubis selalu ada, dan sosok waskita terakhir terdeteksi pada era Yoga Soegama hingga Sudibyo namun sang waskita lebih senang di luar BAKIN dan kemudian meninggal dunia pada tahun 2000-an awal. Para jasus waskita tersebut satu per satu meninggal dunia lantaran usia lanjut dan juga sebagian sakit. Semoga cahaya waskita yang saya lihat mulai bersinar di dalam BIN akan merevitalisasi sejarah Intelijen Indonesia yang menyempurnakan ilmu telik sandi dan deteksi masa depan secara profesional. Walaupun saya ragu waskita di dalam BIN akan sanggup segera ditemukan, saya tetap berharap yang bersangkutan membaca pesan saya ini dan mempersiapkan diri sebaik-baiknya. Selain itu, persiapkanlah generasi penerus waskita sebagai tradisi untuk menjaga Nusantara, memajukan Republik Indonesia, memelihara identitas bangsa Indonesia yang berbudaya tinggi, progresif, bertoleransi tinggi, percaya diri, dan saling mencintai dan menghormati. Bangsa Indonesia lebih dari sekedar slogan Bhinneka Tunggal Ika lantaran bangsa Indonesia sejatinya yaitu bangsa yang mengerti dirinya, senantiasa berbuat baik dengan sesama manusia, dan bisa mengendalikan diri manakala terjadi perbedaan demi keinginan luhur memperlihatkan masa depan yang lebih baik untuk generasi penerus."

"Penglihatan saya belum tentu benar, mungkin semua itu hanya harapan saya pribadi semoga BIN benar-benar menjadi lembaga intelijen yang berkualitas tinggi. Namun tidak sekali saya melihat, berulangkali ya berulangkali sesudah saya meramalkan kekalahan Jokowi di tahun 2019. Itulah sebabnya tetap saya sampaikan kepada orang-orang terdekat saya untuk dituliskan, sehingga kalau saya meninggalkan dunia fana ini saya tidak menyesal merasa berhutang lantaran tidak memberikan apa yang saya lihat tersebut. Insan Intelijen atau Telik Sandi bukanlah peramal paranormal klenik yang suka menipu. Pada masa lalu, Insan Intelijen menggabungkan seluruh potensi dalam diri seorang Intel baik intelektual, teknik skill lapangan, dan rasa jiwa baik untuk suksesnya operasi, selamatnya diri, dan tajamnya deteksi, asumsi analisa, tindak saran. Sesungguhnya bukan hal yang gres kalau tokoh-tokoh legendaris Sabdo Palon, Naya Genggong, dan aneka macam tokoh masa kemudian Kerajaan Nusantara hakikatnya semua yaitu Intel."  

(Catatan: beberapa pecahan pesan  pernyataan Eyang Senopati Wirang kurang terang lantaran kondisi dia yang sudah sulit untuk berkomunikasi). 

Catatan Dharma Bhakti:
Akhir kata, sekali lagi mohon ma'af, hanya permohonan ma'af yang sanggup kami sampaikan pada final perpisahan ini atas segala dampak dan dampak negatif dari keberadaan Blog I-I selama ini.

Innalillahi wainna ilaihi roji'un.. Semua milik Allah SWT dan akan kembali pada-Nya..... Praktis mengatakannya, terutama dikala kita tertimpa musibah. Namun apakah kita memahami maknanya, kembali kepada diri masing-masing.

Pada alhasil kita semua akan kembali kepada Yang Maha Kuasa, tidak ada yang perlu ditakuti di dunia yang fana ini. Eksistensi Blog I-I hanyalah percikan pemikiran yang sekejap masa saja yang semoga sanggup menghidupkan jiwa kejuangan generasi muda Intelijen Indonesia. Pesan-pesan dan analisa dan pemaknaan kejadian dalam kajian Blog I-I, masih sanggup anda baca ulang. Terserah apakah anda menjadi senang atau benci, baiklah atau tidak setuju, semua hanyalah analisa, perkiraan, masukan, dan kritik. Hal yang paling penting yaitu ketika anda berinteraksi beragumen dikala membaca Blog I-I sebagai sebuah proses belajar. Blog I-I tidak mengklaim sebagai yang paling benar, dan hanya berusaha kritis dan obyektif saja. Tidak lupa kami memberikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh teman Blog I-I atas perhatian dan interaksinya selama ini. Semoga sahabat-sahabat Blog I-I serta masyarakat yang pernah mampir sejenak membaca Blog I-I tetap semangat dan sukses dalam kehidupan dunia dan tidak lupa mempersiapkan diri untuk kehidupan akhirat.

Salam Intelijen
Komunitas Blog I-I yang tercerai berai kembali ke habitat masing-masing
a/n Komunitas Blog I-I
Dituliskan oleh Dharma Bhakti atas dasar pesan terakhir Eyang Senopati Wirang dan isyarat dari sesepuh Blog I-I Sumber https://intelindonesia.blogspot.com

0 Response to "Pamitan: Innalillahi Wainna Ilaihi Roji'un"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel