Jenderal Gatot Nurmantyo




Nama Gatot Nurmantyo semakin sering menjadi pembicaraan masyarakat Indonesia dan pemberitaan media massa. Sesungguhnya cukup masuk akal bagi seorang Jenderal Bintang 4 dengan posisi sebagai Panglima TNI, seorang Gatot Nurmantyo menjadi sorotan publik. Terlepas dari baik dan buruknya, atau pro dan kontra, sosok Gatot perlahan namun niscaya merayap terus meningkat popularitasnya. Terakhir terjadi kekalahan Jokowi pada pilpres 2019.  Kemungkinan besar penyelamat Jokowi selain waskita yang bersembunyi di BIN, yaitu Jenderal Gatot bila kubu Jokowi bisa mengkondisikan Jenderal Gatot menjadi Cawapres Jokowi.

Terkait analisa perilaku Jenderal Gatot yang kritis terhadap AS dan Australia menyerupai dalam analisa Jewel Topsfield1 dan Jewel Topsfield2, atau komentar peristiwa diplomatik menyerupai diberitakan  detik merupakan potongan dari polemik dugaan-dugaan yang mengkaitkan perilaku Jenderal Gatot dengan insiden penolakan masuk AS tersebut. Sementara yang bahu-membahu yaitu benar merupakan setting yang sangat baik apabila Jenderal Gatot mengerti dan sanggup mendapatkan apa adanya serta tetap rileks, proporsional dan profesional dalam menyikapi insiden yang menimpanya. Hal ini amat sangat berbeda dengan penangkalan AS yang dikenakan kepada sejumlah Jenderal Indonesia yang terlibat kasus pelanggaran HAM berat. Apa yang sedang diuji oleh AS yaitu sejauh mana Jenderal Gatot bereaksi, apakah akan sangat keras dan menjadi anti AS sehingga sanggup menjadi dasar AS untuk tidak mendukung Jenderal Gatot, ataukah sangat lemah dan ngambek sehingga dianggap tidak potensial untuk memimpin Indonesia yang besar, ataukah rasional, proporsional dan profesional sehingga sanggup menjadi kawan seimbang bagi kepentingan AS sekaligus mempunyai keseimbangan dalam hubungannya dengan umat Islam Indonesia.

Apakah berarti Blog I-I dalam artikel ini mendukung dan ikut mempopulerkan Panglima TNI? Jawabnya tidak. Sebagai komunitas intelijen non pemerintah yang tertua, tentunya Blog I-I boleh saja memperlihatkan perkiraan-perkiraan ke depan sebagaimana juga sebelumnya sering dilakukan Blog I-I. Hingga ketika ini hampir seluruh asumsi Blog I-I sempurna dan sangat sedikit yang meleset. Apa yang ingin Blog I-I sampaikan yaitu bahwa Panglima Gatot Nurmantyo mempunyai potensi yang besar untuk menjadi salah satu calon pemimpin nasional. Merujuk kepada hasil survei Indikator Politik, Charta Politika, dan SMRC, nama Jenderal Gatot Nurmantyo sudah mulai muncul semenjak sebelum pertengahan 2017. Entah sebagai calon wakil presiden ataupun sebagai calon presiden, perlahan nama Gatot terus bersinar mendapatkan perhatian yang besar di masyarakat termasuk melalui survei-survei. Meskipun tingkat elektabilitas Gatot belum besar lantaran memang nama baru, namun hal ini sanggup berubah di tahun 2018 dan 2019.

Masa-masa krusial bagi Jenderal Gatot Nurmantyo dalam menapaki jalan menuju dingklik pimpinan nasional akan terjadi pada bulan Februari-April yakni menjelang pensiun dan paska pensiun pada bulan Maret 2018. Keputusan Jenderal Gatot untuk menempuh langkah-langkah apa pada periode tersebut akan sangat kuat kepada tingkat popularitasnya ke depan. Apabila Jenderal Gatot ceroboh dan tampak ambisius melangkah ke dunia politik terlalu cepat dan salah menentukan mitra, maka sinarnya akan meredup seiring dengan penurunan pada hasil survei yang akan semakin marak sepanjang tahun 2018 dalam menjaring calon pemimpin nasional. Namun apabila Jenderal Gatot tampak bimbang dan usang dalam tetapkan contohnya lebih dari bulan Agustus 2018, maka kemungkinan besar secara perlahan sinarnya juga akan meredup. Diperlukan sebuah proses proteksi kepada Gatot dari partai politik atau masyarakat, fenomena perilaku beberapa the Sidney Morning Herald.

Update: Meskipun semua pihak sanggup memahami mengapa Panglima Tentara Nasional Indonesia tetapkan untuk tidak berangkat ke AS, namun sebaiknya persoalan ini dilihat sebagai kesalahpahaman. Apabila Jenderal Gatot ingin menjadi pemimpin nasional, maka "ujian" ini sangat penting untuk dilalui secara proporsional. Misalnya isu ini sanggup saja diperbesar dengan kekecewaan yang berlebihan, namun yang paling sempurna yaitu bahwa bahwa peniadaan keberangkatan Jenderal Gatot lebih disebabkan persoalan teknis protokol pengamanan dan penyambutan ia di AS dan bukan investigasi clearance-nya. Disamping sekaligus menjadi setting untuk "menguji" sejauh mana perilaku Jenderal Gatot dalam menyikapi insiden tersebut, AS juga ingin mengukur apakah Jenderal Gatot menjadi ngambek atau murka kepada AS dan terjerumus untuk bersikap anti AS dan merapat kepada kelompok-kelompok Islam Indonesia yang dianggap radikal oleh AS. Bila Jenderal Gatot terjerumus, maka sanggup dipastikan bahwa pemanfaatan sentimen politik Islam oleh Jenderal Gatot akan gampang diolah lagi supaya partai-partai politik yang nasionalis untuk meninggalkan Jenderal Gatot. Perlu diperhitungkan bahwa Golkar, Nasdem, dan bahkan Gerindra sudah mulai memperlihatkan sinyal untuk menyambut Jenderal Gatot paska dirinya pensiun. Jawaban cerdas Jenderal Gatot sudah dipublikasikan melalui Tempo dengan pernyataan Saya Berangkat ke AS kalau Ada Perintah, hal ini juga merupakan ujian kepada Jenderal Gatot untuk memperlihatkan loyalitas kepada Presiden dan Wapres yang telah menyatakan untuk tidak perlu berangkat. Sementara waktu program di AS yang hanya 2 hari dan sudah berlangsung semenjak Senin kemarin menjadikan relevansi keberangkatan Jenderal Gatot ke AS juga berkurang lantaran sudah terlambat juga. Selamat Jenderal Gatot, anda lulus ujian untuk memproses diri menjadi salah satu calon pemimpin nasional Indonesia yang profesional dan proporsional dalam mengambil perilaku yang tepat.

Kepentingan AS kepada Indonesia sangat besar bukan hanya soal kemitraan strategis korelasi bilateral, namun memastika bahwa Indonesia sanggup menjadi "pendukung" kebijakan AS dalam menghadapi manuver-manuver poitik dan kebijakan keamanan China di Asia Pasifik. Hal ini bukan berarti pemimpin nasional Indonesia menjadi pro-AS, namun minimal tidak menentang kebijakan keamanan AS di Asia Pasifik, contohnya persoalan pengerahan kekuatan militer AS ke Darwin. Indonesia perlu mengambil perilaku yang terang siapa musuh Indonesia yang membahayakan bagi kedaulatan RI. Apabila Indonesia menyikapi AS dan sekutunya sebagai ancaman dan juga melihat ancaman ancaman dari China, maka hal itu akan sangat merugikan taktik pertahanan dan keamanan nasional Indonesia. Walaupun Indonesia berpegang teguh kepada prinsip non-blok atau kemandirian sistem pertahanan dan keamanan, namun kita harus berkaca bahwa kekuatan militer Indonesia teramat sangat kecil bila dibandingkan dengan China dan AS beserta sekutunya. Kompatibilitas alutsista militer Indonesia juga acak-acakan, dimana dalam operasi adonan semua Angakatan, apabila Indonesia menghadapi konflik perang yang bahu-membahu mempunyai tingkat operabilitas yang sangat rendah.

Semoga Jenderal Gatot dan para Jenderal andal strategis di Mabes Tentara Nasional Indonesia serta sahabat-sahabay Blog I-I di BAIS Tentara Nasional Indonesia dan juga komunitas Intelijen lainnya membaca catatan-catatan penting Blog I-I.

Blog I-I hingga ketika ini masih diblokir oleh Kemenkominfo RI tanpa alasan yang jelas, sehingga Blog I-I tidak terlalu optimis bahwa analisa-analisa Blog I-I sanggup hingga kepada pihak-pihak yang berkepetingan untuk dibuktikan validitasnya.
 


Sumber https://intelindonesia.blogspot.com

0 Response to "Jenderal Gatot Nurmantyo"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel