Tentang Kasus Habib Rizieq Dan Firza Husein
Masih sambil menunggu masukan resmi dari BIN terkait operasi intelijen pilkada DKI Jakarta, berikut ini ialah artikel selingan untuk membuka mata dan indera pendengaran dan mempertajam analisa sahabat Blog I-I yang tetap setia mengunjungi Blog I-I meskipun Blog I-I diblokir oleh rezim jokowi-JK. Bila BIN tidak memperlihatkan saran, maka akan kami publikasikan sebelum masuk ahad hening Pilkada DKI Jakarta (Silahkan mengirim email ke senowirang@gmail.com).
Terima kasih atas masukan dan analisa dari sejumlah jaring Blog I-I, khususnya Sdr. PT, Sdr. AT, dan Sdri. MM yang panjang lebar mengungkapkan data-data dan analisanya ihwal masalah di seputar kekerabatan antara Habieb Rizieq (HR) dan Firza Husein (FH). Tulisan kali ini bukan untuk mengungkap kebenaran maupun untuk memperkeruh keadaan atau membela siapapun. Melainkan sebagai sebuah bab dari menyebarkan pola berpikir biar masyarakat lebih hati-hati dan waspada dengan permainan politik tingkat tinggi yang membentuk opini dan perilaku masyarakat terhadap suatu fenomena atau terhadap seorang figur.
Pola pikir pertama yang harus dicamkan oleh kita semua sebagai masyarakat awam ialah apa yang tidak diketahui atau yang kita anggap tidak ada, maka hal itu belum tentu benar-benar tidak ada. Hal ini bukan hanya khas milik para intel, melainkan sebuah kewaspadaan individu dalam membiasakan diri mengenali potensi kejutan yang membahayakan lantaran keterbatasan kita sebagai manusia. Misalnya dalam masalah HR dan FH, apa yang tidak kelihatan atau tidak kita ketahui ialah pembuat propaganda pornografi chat HR dan FH melalui website baladacintarizieq yang cukup bagus kualitasnya sebagai sebuah produk propaganda intelijen "membongkar" malu FH dengan foto-foto telanjangnya atau "membunuh karakter" HR dengan dialog chat yang belum tentu benar. Sejalan dengan UU ITE No.11 Tahun 2008 atau Revisinya melalui UU No.19 Tahun 2016 maupun UU Pronografi No.44 Tahun 2008, maka pembuat propaganda baladacintarizieq ialah pelaku kejahatan yang harus ditindak oleh Polisi. Namun sesuai dengan misi intelijen kelompok tertentu, pembuat propaganda tersebut sanggup dipastikan tidak akan tertangkap. Andaipun suatu ketika terungkap, maka ia hanya biro boneka ndeso yang mendapatkan sejumlah uang dari kelompok tertentu. Kembali kepada pola pikir waskita, maka kita patut mempertanyakan keberadaan kelompok tertentu yang secara efektif melaksanakan operasi intelijen untuk kepentingan politik kekuasaan.
Pola pikir kedua yang harus kita biasakan dalam menilai informasi ialah apa yang kita lihat dan dengar belum tentu benar. Manusia sangat gampang dimanipulasi lantaran persepsi yang dibangun melalui kemampuannya mendengar dan melihat. Misalnya propaganda intelijen baladacintarizieq yang kita lihat dan dengar akan membentuk persepsi ihwal perbuatan tidak bermoral dari HR dan FH, padahal realitas bergotong-royong belum tentu demikian. Hal ini duduk kasus persepsi dan kepercayaan publik terhadap sosok HR dan FH. Dalam kaitan ini, HR terang tokoh publik yang mempunyai banyak pengikut melalui organisasi Front Pembela Islam (FPI), sedangkan FH ialah sosok penggagas perempuan Muslim biasa. Artinya cukup terang terbaca bahwa sasaran operasinya ialah sosok HR yang gigih menyuarakan sikapnya yang Anti-Ahok. Andaipun ada kebenaran dalam propaganda "membunuh karakter" Rizieq maka hal itu besar kemungkinan berisi gabungan ramuan antara fakta-fakta, opini, dan kebohongan yang mana tujuan jadinya ialah terpojoknya HR dan terbentuknya persepsi negatif ihwal HR. Dalam analisa jaringan Blog I-I, sangat terang telah terjadi operasi intelijen sebagaimana dahulu menimpa Presiden ke-4 Abdurrahman Wahid (Gus Dur) ketika fotonya memangku perempuan beredar luas. Siapa pelakunya? Blog I-I tidak sanggup mengungkapkannya kepada publik. Informasi yang terverifikasi masuk ke dalam jaring Blog I-I ihwal kekerabatan HR dan FH telah diterima semenjak Desember/Januari yang lalu, namun Blog I-I menentukan untuk tidak melemahkan gerakan umat Islam. Selain HR, Blog I-I juga mendapatkan propaganda hasil operasi intelijen yang menimpa jubir/advokat FPI Sdr. Munarman SH, apakah akan dikeluarkan sebagai propaganda baladacintamunarman atau tidak, kembali kepada kelompok yang sedang membidik tokoh-tokoh Islam Anti-Ahok.
Pola pikir ketiga yang perlu kita terapkan ialah berpikir untuk kepentingan yang lebih besar. Dalam kacamata kepentingan nasional apa yang menimpa HR dan FH ialah duduk kasus kecil yang sama sekali tidak kuat kepada stabilitas nasional. Beberapa hal yang mungkin terjadi hanya sebatas kepada hancurnya gambaran pribadi HR dan FH di mata publik, serta melemahnya pertolongan umat Islam kepada gerakan FPI, serta terpecahnya konsentrasi kelompok penentang Ahok yang merasa was-was dengan aneka macam operasi intelijen yang mengintai. Namun demikian, bersandar kepada kepentingan yang lebih besar yakni dampak penajaman polarisasi masyarakat Indonesia dari masalah Ahok ialah menurunnya kepercayaan publik kepada rezim Jokowi-JK yang secara signifikan akan terus menguat. Apa yang terjadi dengan Blog I-I dengan pemblokiran internet positif ialah teladan kasatmata pembungkaman kebebasan berpikir dan beropini yang dijamin oleh Undang-Undang. Kemudian apa yang sedang menimpa umat Islam khususnya bidikan kepada beberapa tokohnya ialah teladan abuse of power. FPI hanya pion terdepan dalam gerakan menolak Ahok, sementara jaringan yang lebih besar tidak sanggup dibidik lantaran memang relatif tidak ada alasan untuk membidiknya. Kunjungan beberapa oknum pejabat jasus dan polisi ke sejumlah pesantren besar dan modern dalam rangka monitoring jaringan umat Islam penentang Ahok terang salah sasaran, dan hal itu telah diinterpretasikan sebagai "sikap bermusuhan" rezim Jokowi-JK kepada mayoritas umat Islam. Meskipun wapres JK telah berusaha keras untuk memperlihatkan pembelaan kepada mayoritas umat Islam, namun sepertinya imbas JK sangatlah lemah dalam pelaksanaan kebijakan pemerintah yang lebih adil. Membidik HR dengan aneka macam masalah aturan termasuk masalah yang menimpa gambaran pribadi HR merupakan pesan tidak pribadi yang juga sanggup menimpa seluruh pemimpin umat Islam yang ketika ini menentang Ahok. Artinya dalam kacamata kepentingan nasional, polarisasi yang terjadi bukan lagi terbatas pada pilkada DKI Jakarta, melainkan telah meluas ke seluruh Nusantara dan menjadi awal kehancuran kepercayaan publik kepada Pemerintahan Jokowi-JK dan khususnya akan menimpa Partai Penguasa yang lebih khusus lagi PDI-Perjuangan. Silahkan buktikan analisa ini dalam pemilu 2019.
Pola pikir keempat yang perlu dikuasai oleh sahabat Blog I-I ialah biasakan bepikir bertingkat-tingkat bagaikan labyrinth, dimana diatas suatu cerita terdapat cerita lain dan diatasnya terdapat cerita yang lain lagi. Misalnya dalam masalah HR dan FH, berpikir pada level terendah ialah pembukaan malu HR dan FH dalam rangka penggembosan kelompok Anti-Ahok. Level diatasnya ialah adalah membidik Tommy Suharto (TS) dan SBY dengan menekan FH dan beberapa tersangka makar lainnya, sehingga salah sasaran apabila TS mensomasi FH. Level diatasnya lagi ialah show of force biar semua lawan politik Ahok berpikir ulang untuk menggagalkan Ahok kembali menjadi gubernur DKI Jakarta. Hal ini terungkap dengan kuatnya informasi yang dimiliki Ahok dan penasihat hukumnya yang diduga kuat disuplai oleh oknum aparat. Level diatasnya lagi ialah skenario di atas skenario yang justru membidik Jokowi dan melemahkan kepercayaan publik kepada Jokowi. Mengapa kepercayaan publik kepada Jokowi sanggup menurun tajam, hal ini tidak lain tidak bukan lantaran dinamika yang berkembang mengarah kepada perilaku otoriter dan tidak adil dari pemerintah, teladan sederhana yang terdekat dengan sahabat Blog I-I ialah blokir terhadap Blog I-I. Bandingkan pembelajaran dan artikel Blog I-I dengan propaganda hitam Stanley Greenberg. Logika berpikir bertingkat strategis ialah sbb:
Kasus HR dan FH merupakan bab kecil dari skenario masalah Ahok dan propaganda Jokowi Musuh Islam sehingga diharapkan operasi penajaman perbedaan pendapat dengan menghancurkan gambaran HR dan beberapa pimpinan umat Islam menyerupai Rois Am Syuriah PBNU Kiai Ma'ruf Amin. Disadari ataupun tidak masalah Ahok ialah masalah potensial untuk menghancurkan gambaran Jokowi secara efektif dan perlahan menuju 2019. Apabila Ahok terpilih dalam pilkada DKI Jakarta maka hal itu semakin memuluskan langkah menuju penghancuran gambaran Jokowi melalui skenario di atas skenario tersebut.
Artinya para pihak yang ketika ini sedang bermain taktis jangka pendek melemahkan FPI telah masuk dalam perangkap yang lebih besar dalam teknik propaganda lain. Pilihan apapun yang diambil oleh pemerintah dalam masalah Ahok mempunyai resiko, artinya membela Ahok hingga terpilih berarti hancurnya kepercayaan publik kepada Jokowi dan tidak membela Ahok berarti melemahnya pertolongan konstituen politik di Ibukota. Pilihan yang sulit bukan? Dari dinamika yang ada sepertinya pilihan membela Ahok lebih secara umum dikuasai dengan kalkulasi kekuasaan masih ditangan, dan musuh-musuh politik sanggup dihadapi dengan tipuan senyum cengar-cengir, pemberian konsesi proyek ekonomi, serta operasi intelijen, khususnya intelijen pro-justisia (polisi). Namun pihak oposisi bukan tidak memperhitungkan pilihan tersebut, dan secara efektif telah dan akan terus memanfaatkaanya dari isu-isu sebagaimana dalam gambaran di atas bahkan ditambah dengan isu-isu hoax dan lain sebagainya. Semuanya akan secara efektif menghancurkan kepercayaan publik kepada Jokowi.
Pola pikir kelima ialah antitesis dari pola pikir keempat. Ada kalanya kita terlalu jauh dan terlalu rumit dalam berpikir dan duduk kasus yang dihadapi ternyata sangat sederhana, bersifat linear atau bahkan hanya lantaran akhir saja. Misalnya dalam masalah HR dan FH, menurut informasi jaringan Blog I-I apa yang terjadi bergotong-royong ialah cerita biasa insan insan yang kebetulan menimpa tokoh pemimpin FPI. Hal itu diketahui dari gelagat dan perilaku khususnya FH yang "mencurigakan" baik dalam cerita disusupkan untuk menjatuhkan HR, dalam cerita cinta murni, maupun dalam cerita yang tidak diharapkan terjadi. Foto-foto telanjang FH terang orisinil namun konteksnya belum tentu sejalan dengan dialog dan sejauh mana kekerabatan tersebut berlangsung, dan fakta yang ada juga hanya tersirat dalam kata-kata yang belum sanggup dikategorikan dalam dosa zina memasukkan kemaluan pria ke dalam kemaluan perempuan dengan adanya saksi yang sanggup dipercaya. Dengan demikian HR masih mempunyai pertahanan gambaran terakhir baik dalam cerita total membantahnya atau khilaf dengan kecantikan FH dan sebatas chatting saja. Tujuannya tentu menciptakan sibuk HR dan menciptakan konsentrasi HR dan FPI buyar dalam menjegal Ahok menjadi gubernur Jakarta. Masalah ini sangat gampang diatasi dengan menaikkan pimpinan gres contohnya dengan mengedepankan Bachtiar Nasir yang juga telah dibidik dengan informasi sumbangan ISIS yang relatif telah sanggup ditepis. Atau bahkan pimpinan lain yang lebih netral. Pola pikir sederhana ini ialah penyeimbang dari pola pikir bertingkat sehingga sahabat Blog I-I selalu mempunyai alternatif berpikir yang lebih teliti dan kemudian mengujinya dengan data-data dan fakta-fakta dikumpulkan.
Masih banyak pola pikir wajib lainnya yang harus dimiliki seorang analis maupun operator operasi intelijen yang merupakan skill yang mendarah daging sehingga efisien dan efektif dalam bekerja. Hal ini Blog I-I sampaikan kepada sahabat-sahabat Blog I-I biar sanggup memanfaatkannya dalam kehidupan pribadi maupun sosial sehingga tidak gampang terjerumus dalam suatu duduk kasus atau dalam menganalisa suatu masalah.
Sekian, semoga bermanfaat.
Salam Intelijen
Senopati Wirang
Sumber https://intelindonesia.blogspot.com
Terima kasih atas masukan dan analisa dari sejumlah jaring Blog I-I, khususnya Sdr. PT, Sdr. AT, dan Sdri. MM yang panjang lebar mengungkapkan data-data dan analisanya ihwal masalah di seputar kekerabatan antara Habieb Rizieq (HR) dan Firza Husein (FH). Tulisan kali ini bukan untuk mengungkap kebenaran maupun untuk memperkeruh keadaan atau membela siapapun. Melainkan sebagai sebuah bab dari menyebarkan pola berpikir biar masyarakat lebih hati-hati dan waspada dengan permainan politik tingkat tinggi yang membentuk opini dan perilaku masyarakat terhadap suatu fenomena atau terhadap seorang figur.
Pola pikir pertama yang harus dicamkan oleh kita semua sebagai masyarakat awam ialah apa yang tidak diketahui atau yang kita anggap tidak ada, maka hal itu belum tentu benar-benar tidak ada. Hal ini bukan hanya khas milik para intel, melainkan sebuah kewaspadaan individu dalam membiasakan diri mengenali potensi kejutan yang membahayakan lantaran keterbatasan kita sebagai manusia. Misalnya dalam masalah HR dan FH, apa yang tidak kelihatan atau tidak kita ketahui ialah pembuat propaganda pornografi chat HR dan FH melalui website baladacintarizieq yang cukup bagus kualitasnya sebagai sebuah produk propaganda intelijen "membongkar" malu FH dengan foto-foto telanjangnya atau "membunuh karakter" HR dengan dialog chat yang belum tentu benar. Sejalan dengan UU ITE No.11 Tahun 2008 atau Revisinya melalui UU No.19 Tahun 2016 maupun UU Pronografi No.44 Tahun 2008, maka pembuat propaganda baladacintarizieq ialah pelaku kejahatan yang harus ditindak oleh Polisi. Namun sesuai dengan misi intelijen kelompok tertentu, pembuat propaganda tersebut sanggup dipastikan tidak akan tertangkap. Andaipun suatu ketika terungkap, maka ia hanya biro boneka ndeso yang mendapatkan sejumlah uang dari kelompok tertentu. Kembali kepada pola pikir waskita, maka kita patut mempertanyakan keberadaan kelompok tertentu yang secara efektif melaksanakan operasi intelijen untuk kepentingan politik kekuasaan.
Pola pikir kedua yang harus kita biasakan dalam menilai informasi ialah apa yang kita lihat dan dengar belum tentu benar. Manusia sangat gampang dimanipulasi lantaran persepsi yang dibangun melalui kemampuannya mendengar dan melihat. Misalnya propaganda intelijen baladacintarizieq yang kita lihat dan dengar akan membentuk persepsi ihwal perbuatan tidak bermoral dari HR dan FH, padahal realitas bergotong-royong belum tentu demikian. Hal ini duduk kasus persepsi dan kepercayaan publik terhadap sosok HR dan FH. Dalam kaitan ini, HR terang tokoh publik yang mempunyai banyak pengikut melalui organisasi Front Pembela Islam (FPI), sedangkan FH ialah sosok penggagas perempuan Muslim biasa. Artinya cukup terang terbaca bahwa sasaran operasinya ialah sosok HR yang gigih menyuarakan sikapnya yang Anti-Ahok. Andaipun ada kebenaran dalam propaganda "membunuh karakter" Rizieq maka hal itu besar kemungkinan berisi gabungan ramuan antara fakta-fakta, opini, dan kebohongan yang mana tujuan jadinya ialah terpojoknya HR dan terbentuknya persepsi negatif ihwal HR. Dalam analisa jaringan Blog I-I, sangat terang telah terjadi operasi intelijen sebagaimana dahulu menimpa Presiden ke-4 Abdurrahman Wahid (Gus Dur) ketika fotonya memangku perempuan beredar luas. Siapa pelakunya? Blog I-I tidak sanggup mengungkapkannya kepada publik. Informasi yang terverifikasi masuk ke dalam jaring Blog I-I ihwal kekerabatan HR dan FH telah diterima semenjak Desember/Januari yang lalu, namun Blog I-I menentukan untuk tidak melemahkan gerakan umat Islam. Selain HR, Blog I-I juga mendapatkan propaganda hasil operasi intelijen yang menimpa jubir/advokat FPI Sdr. Munarman SH, apakah akan dikeluarkan sebagai propaganda baladacintamunarman atau tidak, kembali kepada kelompok yang sedang membidik tokoh-tokoh Islam Anti-Ahok.
Pola pikir ketiga yang perlu kita terapkan ialah berpikir untuk kepentingan yang lebih besar. Dalam kacamata kepentingan nasional apa yang menimpa HR dan FH ialah duduk kasus kecil yang sama sekali tidak kuat kepada stabilitas nasional. Beberapa hal yang mungkin terjadi hanya sebatas kepada hancurnya gambaran pribadi HR dan FH di mata publik, serta melemahnya pertolongan umat Islam kepada gerakan FPI, serta terpecahnya konsentrasi kelompok penentang Ahok yang merasa was-was dengan aneka macam operasi intelijen yang mengintai. Namun demikian, bersandar kepada kepentingan yang lebih besar yakni dampak penajaman polarisasi masyarakat Indonesia dari masalah Ahok ialah menurunnya kepercayaan publik kepada rezim Jokowi-JK yang secara signifikan akan terus menguat. Apa yang terjadi dengan Blog I-I dengan pemblokiran internet positif ialah teladan kasatmata pembungkaman kebebasan berpikir dan beropini yang dijamin oleh Undang-Undang. Kemudian apa yang sedang menimpa umat Islam khususnya bidikan kepada beberapa tokohnya ialah teladan abuse of power. FPI hanya pion terdepan dalam gerakan menolak Ahok, sementara jaringan yang lebih besar tidak sanggup dibidik lantaran memang relatif tidak ada alasan untuk membidiknya. Kunjungan beberapa oknum pejabat jasus dan polisi ke sejumlah pesantren besar dan modern dalam rangka monitoring jaringan umat Islam penentang Ahok terang salah sasaran, dan hal itu telah diinterpretasikan sebagai "sikap bermusuhan" rezim Jokowi-JK kepada mayoritas umat Islam. Meskipun wapres JK telah berusaha keras untuk memperlihatkan pembelaan kepada mayoritas umat Islam, namun sepertinya imbas JK sangatlah lemah dalam pelaksanaan kebijakan pemerintah yang lebih adil. Membidik HR dengan aneka macam masalah aturan termasuk masalah yang menimpa gambaran pribadi HR merupakan pesan tidak pribadi yang juga sanggup menimpa seluruh pemimpin umat Islam yang ketika ini menentang Ahok. Artinya dalam kacamata kepentingan nasional, polarisasi yang terjadi bukan lagi terbatas pada pilkada DKI Jakarta, melainkan telah meluas ke seluruh Nusantara dan menjadi awal kehancuran kepercayaan publik kepada Pemerintahan Jokowi-JK dan khususnya akan menimpa Partai Penguasa yang lebih khusus lagi PDI-Perjuangan. Silahkan buktikan analisa ini dalam pemilu 2019.
Pola pikir keempat yang perlu dikuasai oleh sahabat Blog I-I ialah biasakan bepikir bertingkat-tingkat bagaikan labyrinth, dimana diatas suatu cerita terdapat cerita lain dan diatasnya terdapat cerita yang lain lagi. Misalnya dalam masalah HR dan FH, berpikir pada level terendah ialah pembukaan malu HR dan FH dalam rangka penggembosan kelompok Anti-Ahok. Level diatasnya ialah adalah membidik Tommy Suharto (TS) dan SBY dengan menekan FH dan beberapa tersangka makar lainnya, sehingga salah sasaran apabila TS mensomasi FH. Level diatasnya lagi ialah show of force biar semua lawan politik Ahok berpikir ulang untuk menggagalkan Ahok kembali menjadi gubernur DKI Jakarta. Hal ini terungkap dengan kuatnya informasi yang dimiliki Ahok dan penasihat hukumnya yang diduga kuat disuplai oleh oknum aparat. Level diatasnya lagi ialah skenario di atas skenario yang justru membidik Jokowi dan melemahkan kepercayaan publik kepada Jokowi. Mengapa kepercayaan publik kepada Jokowi sanggup menurun tajam, hal ini tidak lain tidak bukan lantaran dinamika yang berkembang mengarah kepada perilaku otoriter dan tidak adil dari pemerintah, teladan sederhana yang terdekat dengan sahabat Blog I-I ialah blokir terhadap Blog I-I. Bandingkan pembelajaran dan artikel Blog I-I dengan propaganda hitam Stanley Greenberg. Logika berpikir bertingkat strategis ialah sbb:
Kasus HR dan FH merupakan bab kecil dari skenario masalah Ahok dan propaganda Jokowi Musuh Islam sehingga diharapkan operasi penajaman perbedaan pendapat dengan menghancurkan gambaran HR dan beberapa pimpinan umat Islam menyerupai Rois Am Syuriah PBNU Kiai Ma'ruf Amin. Disadari ataupun tidak masalah Ahok ialah masalah potensial untuk menghancurkan gambaran Jokowi secara efektif dan perlahan menuju 2019. Apabila Ahok terpilih dalam pilkada DKI Jakarta maka hal itu semakin memuluskan langkah menuju penghancuran gambaran Jokowi melalui skenario di atas skenario tersebut.
Artinya para pihak yang ketika ini sedang bermain taktis jangka pendek melemahkan FPI telah masuk dalam perangkap yang lebih besar dalam teknik propaganda lain. Pilihan apapun yang diambil oleh pemerintah dalam masalah Ahok mempunyai resiko, artinya membela Ahok hingga terpilih berarti hancurnya kepercayaan publik kepada Jokowi dan tidak membela Ahok berarti melemahnya pertolongan konstituen politik di Ibukota. Pilihan yang sulit bukan? Dari dinamika yang ada sepertinya pilihan membela Ahok lebih secara umum dikuasai dengan kalkulasi kekuasaan masih ditangan, dan musuh-musuh politik sanggup dihadapi dengan tipuan senyum cengar-cengir, pemberian konsesi proyek ekonomi, serta operasi intelijen, khususnya intelijen pro-justisia (polisi). Namun pihak oposisi bukan tidak memperhitungkan pilihan tersebut, dan secara efektif telah dan akan terus memanfaatkaanya dari isu-isu sebagaimana dalam gambaran di atas bahkan ditambah dengan isu-isu hoax dan lain sebagainya. Semuanya akan secara efektif menghancurkan kepercayaan publik kepada Jokowi.
Pola pikir kelima ialah antitesis dari pola pikir keempat. Ada kalanya kita terlalu jauh dan terlalu rumit dalam berpikir dan duduk kasus yang dihadapi ternyata sangat sederhana, bersifat linear atau bahkan hanya lantaran akhir saja. Misalnya dalam masalah HR dan FH, menurut informasi jaringan Blog I-I apa yang terjadi bergotong-royong ialah cerita biasa insan insan yang kebetulan menimpa tokoh pemimpin FPI. Hal itu diketahui dari gelagat dan perilaku khususnya FH yang "mencurigakan" baik dalam cerita disusupkan untuk menjatuhkan HR, dalam cerita cinta murni, maupun dalam cerita yang tidak diharapkan terjadi. Foto-foto telanjang FH terang orisinil namun konteksnya belum tentu sejalan dengan dialog dan sejauh mana kekerabatan tersebut berlangsung, dan fakta yang ada juga hanya tersirat dalam kata-kata yang belum sanggup dikategorikan dalam dosa zina memasukkan kemaluan pria ke dalam kemaluan perempuan dengan adanya saksi yang sanggup dipercaya. Dengan demikian HR masih mempunyai pertahanan gambaran terakhir baik dalam cerita total membantahnya atau khilaf dengan kecantikan FH dan sebatas chatting saja. Tujuannya tentu menciptakan sibuk HR dan menciptakan konsentrasi HR dan FPI buyar dalam menjegal Ahok menjadi gubernur Jakarta. Masalah ini sangat gampang diatasi dengan menaikkan pimpinan gres contohnya dengan mengedepankan Bachtiar Nasir yang juga telah dibidik dengan informasi sumbangan ISIS yang relatif telah sanggup ditepis. Atau bahkan pimpinan lain yang lebih netral. Pola pikir sederhana ini ialah penyeimbang dari pola pikir bertingkat sehingga sahabat Blog I-I selalu mempunyai alternatif berpikir yang lebih teliti dan kemudian mengujinya dengan data-data dan fakta-fakta dikumpulkan.
Masih banyak pola pikir wajib lainnya yang harus dimiliki seorang analis maupun operator operasi intelijen yang merupakan skill yang mendarah daging sehingga efisien dan efektif dalam bekerja. Hal ini Blog I-I sampaikan kepada sahabat-sahabat Blog I-I biar sanggup memanfaatkannya dalam kehidupan pribadi maupun sosial sehingga tidak gampang terjerumus dalam suatu duduk kasus atau dalam menganalisa suatu masalah.
Sekian, semoga bermanfaat.
Salam Intelijen
Senopati Wirang
Sumber https://intelindonesia.blogspot.com
0 Response to "Tentang Kasus Habib Rizieq Dan Firza Husein"
Posting Komentar