Momentum Bom Kampung Melayu

Presiden Jokowi dan wapres JK Meninjau Lokasi Bom Kampung Melayu (sumber: Pasukan Lokagandasasmita)


Bom sederhana berkekuatan kecil yang mengakibatkan gugurnya tiga orang Polisi dan dua orang pelaku bom bunuh diri serta belasan lainnya luka-luka (baca: kompas) mengundang sejumlah spekulasi baik yang menurut pada fakta-fakta temuan, teori, maupun analisa intelijen. Salah satu peringatan penting yang perlu kita perhatikan ialah sebagaimana disampaikan Kepala BIN Budi Gunawan: Jangan Biarkan Indonesia mirip Irak dan Suriah. Analisa yang menyimpulkan bahwa bom Kampung Melayu ialah kepingan dari taktik ISIS masih terlalu prematur, walaupun menurut fakta pelaku bom bunuh diri Ahmad Sukri dan Ichwan Nurul Salam alias Iwan Cibangkong yang terdeteksi merupakan kepingan dari Kelompok JAD (Jamaah Ansarud Daulah) Wilayah Bandung. JAD semenjak ramai dinyatakan terbentuk pada tahun 2015 merupakan entitas pendukung berdirinya Daulah Islamiyah di Indonesia, yang dalam aneka macam kabar JAD menyatakan atau dinyatakan sebagai pendukung ISIS di Irak dan Suriah.

Meskipun Komunitas Blog I-I telah usang mengikuti perkembangan isu-isu terkait ISIS di Indonesia, namun tidak akan gegabah dalam mengambil kesimpulan lantaran sanggup semakin membingungkan masyarakat Indonesia. Hal itu juga akan membuat "ketakutan" di satu sisi dan "kebencian" di sisi lain yang semakin memperdalam rasa saling curiga antar kelompok masyarakat di Indonesia. Tidak semua kelompok yang mendukung Daulah Islamiyah dan Syariat Islam oke dengan cara-cara kekerasan model terorisme, sehingga perlu dipilah perbedaan yang tajam dalam metode "perjuangan" para pendukung negara Islam tersebut. Pemerintah harus fokus dalam mendeteksi seluruh kelompok yang jelas-jelas menempuh jalan kekerasan dengan terorisme dan mengatasinyas secara efektif tanpa memicu atau mendorong kelompok yang lebih hening menjadi terjerumus ke dalam jalan kekerasan terorisme. Hal ini sungguh tidak mudah, terlebih dengan perkembangan politik nasional yang telah dirusak oleh isu SARA kasus Ahok dan menurunnya kepercayaan sebagian umat Islam Indonesia kepada Presiden Jokowi.

Bicara ihwal momentum ialah bicara ihwal waktu terkait konteks dan perisitiwa serta asumsi ke depan. Bom Kampung Melayu sanggup menjadi momentum introspeksi penanganan radikalisme dan terorisme termasuk dengan revisi UU Terorisme yang dibutuhkan lebih efektif dalam menangani bahaya terorisme. Bom Kampung Melayu juga sanggup menjadi momentum peningkatan kapasitas operasi intelijen dan penegakkan aturan yang lebih baik. Bom Kampung Melayu juga sanggup menjadi momentum renungan seluruh bangsa Indonesia ihwal realita bahaya teror yang digerakkan oleh keyakinan dan ideologi yang menyimpang dengan mengatasnamakan agama.

Bom bunuh diri ialah sebuah realita yang pasti terjadi manakala kelompok yang lemah mempunyai keyakinan yang sangat tinggi terhadap ideologinya. Realita tersebut terkait dengan impian yang bersifat doktrin yang terpatri ke dalam lubuk terdalam para pelaku teror. Indoktrinasi perbuatan bunuh diri dalam rangka membunuh orang lain yang dianggap musuh sebagai jihad bukan saja menyimpang dan sesat, melainkan juga merendahkan nilai-nilai kemanusiaan yang dijunjung tinggi oleh Islam.

Apabila Blog I-I menghendaki Indonesia menjadi Negara Islam, maka tidak akan pernah ada konsep bom bunuh diri dalam usaha menegakkan Negara Islam lantaran hal itu sesat dan menyesatkan serta membuat pelakunya berdosa dan dijamin masuk neraka.

Beberapa dasar agama yang mengharamkan bom bunuh misalnya: QS An Nisa 4:29 (....Dan janganlah kau membunuh dirimu...), Hadist Bukhari 5442 dan Muslim 109 (Barangsiapa yang membunuh dirinya sendiri dengan sepotong besi, maka ia akan menikam dirinya dengan besi itu di neraka). Hal itu sangat berbeda dengan kasus mati syahid dalam peperangan klasik mirip menerjang lawan dengan gagah berani, dimana hal itu sering secara sesat disamakan dengan agresi bom bunuh diri. Perbedaan yang faktual ialah bahwa dikala kita berkuda menerjang lawan dengan senjata ialah menghadapi musuh yang juga siap menerjang dengan senjata, artinya masing-masing pihak secara sadar tahu bahwa akan terjadi kejadian membunuh atau dibunuh. Keberanian dalam berperang sangat berbeda dengan karakter pengecut bom bunuh diri yang mengintai orang-orang yang lemah dan lebih sedihnya lagi ialah bahwa korbannya ialah mereka masyarakat biasa (bukan prajurit/tentara) serta tidak sedang berperang dan bahkan dalam keadaan damai.

Bom bunuh diri bukan saja sangat memalukan lantaran karakter dasar sikap pengecut dan curang, melainkan juga menodai konsep dasar jihad qital (perang) yang menjunjung tinggi kehormatan diri sendiri maupun lawan. Bahkan dalam berperang sekalipun Islam mengajarkan bahwa janganlah seorang Muslim membunuh musuhnya lantaran nafsu diri sendiri atau lantaran kemarahan atau lantaran kebencian terhadap sesama manusia. Pembunuhan yang terjadi dalam peperangan ialah lantaran kezaliman musuh dan lantaran musuh Islam memerangi umat Islam atau lantaran kerusakan-kerusakan yang dilakukan musuh Islam. Selain itu yang lebih penting lagi ialah lantaran semata-mata demi Allah SWT. Apakah seorang yang melaksanakan bom bunuh diri sanggup dikatakan melakukannya demi Allah SWT? "...Bila Allah SWT menghendaki, tentunya insan hanya satu umat saja..." (QS Al Maidah 5:48). "Dan jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang di bumi seluruhnya. Tetapi apakah kau (hendak) memaksa insan biar mereka menjadi orang-orang yang beriman?"
(QS Yunus 10:99). Apapun alasannya, bom bunuh diri bukan anutan Islam dan terang menodai nilai-nilai luhur agama Islam.

Kembali kepada momentum Bom Kampung Melayu, perlu kita bertanya kepada diri kita sendiri: Apa bahu-membahu yang mengakibatkan masih adanya mereka yang menempuh jalan kekerasan terorisme? Jawabannya bahu-membahu sangat terang benderang dan ada di depan mata kita semua. Ingat pada intinya agresi terorisme ada 2:
  1. Dilakukan oleh mereka yang mempunyai kekuatan besar biasanya dilakukan teror kemanusiaan yang besar pula dengan agresi operasi intelijen dan militer. Jenis terorisme ini ialah apa yang disebut disponsori oleh negara dan biasanya ditutup-tutupi dengan aneka macam modus operandi serta sangat jarang berupa bom bunuh diri. Kuncinya ialah pada kekuatan mengerahkan aneka macam sumber daya negara dengan skill tinggi untuk menghabisi lawan baik di dalam negeri maupun di luar negeri.
  2. Dilakukan oleh mereka yang mempunyai kekuatan kecil yang tersebar biasanya dilakukan oleh kelompok separatis dan kelompok-kelompok yang ingin menumbangkan suatu pemerintahan atau sebagai proxy untuk menekan pemerintahan yang dianggap sebagai musuh. 
Bom Kampung Melayu dan agresi teror bom-bom sebelumnya di Indonesia ialah seluruhnya berada pada model kedua, yakni dilakukan oleh kelompok kecil yang militan yang terus-menerus melaksanakan rekrutmen pengantin bomber untuk melaksanakan aksi-aksi jahatnya.

Hampir di seluruh kasus bom bunuh diri, lebih banyak didominasi pelakunya ialah mereka yang mempunyai latar belakang bermasalah, kriminal, kurang cerdas serta gampang ditipu. Hal itu juga dipengaruhi oleh cara pandang terhadap dunia dan kehidupan serta realita hidup yang dijalani para pelaku bom bunuh diri tersebut. Benar bahwa Islam menganjurkan untuk lebih memperhatikan darul abadi daripada dunia, namu jangan lupa bahwa Islam mempersyaratkan keseimbangan dalam artian bahwa kehidupan di dunia ialah cerminan apa yang akan diperoleh akhirat. Artinya kesesatan di dunia akan secara otomatis diperhitungkan bahkan oleh kita sendiri dengan buku catatan kita di darul abadi nanti. Bila kita telah membunuh diri kita sendiri dan orang lain tidak secara adil atau sanggup dibenarkan secara syariah agama, maka hal itu akan tercatat dalam buku amalan kita dan tidak sanggup diperbaiki lagi dengan taubat lantaran kita telah mati dan selesai perjalanannya di dunia ini. Padahal sangat terang dalam Al Alquran dan Hadist bahwa perbuatan bunuh diri dan membunuh tanpa alasan dan dasar yang besar lengan berkuasa dan sanggup dibenarkan ialah perbuatan dosa besar. Lalu mengapa masih ada saudara-saudara kita yang tersesat melaksanakan perbuatan bom bunuh diri?

Setelah Blog I-I mengamat-amati dinamika sosial dan kehidupan generasi-generasi muda Indonesia jawabannya ialah terletak pada kualitas manusia, potensi jahat, dan kegelisahan serta kebingungan akan kehidupan yang begitu besar. Salah satu indikator kualitas dan potensi-potensi jahat insan Indonesia untuk menjadi teroris tercermin pada tingkat kriminalitas generasi muda pelajar yang berupa tawuran, perkelahian, pembunuhan serta aneka macam sikap menyimpang lainnya. Hal itu bukan sekedar mencari identitas diri atau gagah-gagahan belaka melainkan sebuah penyakit yang pada level berikutnya sanggup dengan gampang menjadi faktor pendorong kejahatan yang lebih besar berupa terorisme. Membunuh sesama pelajar dalam agresi tawuran dengan alasan demi membela teman atau nama sekolah jauh lebih rendah daripada alasan membela agama atau ulama. Pengaruh doktrinasi peer group di sekolah-sekolah yang gemar tawuran jauh lebih longgar dibandingkan doktrin kelompok radikal kekerasan yang menghalalkan agresi teror.

Lalu bagaimana dengan para cowok yang tidak pernah tawuran, adakah jaminan mereka sanggup menghindar dari efek radikalisasi agama? Para pelaku teror yang mempunyai riwayat kejahatan biasanya memadukan kompleksitas psikologis antara masih adanya sifat jahat dan keinginan bertaubat dan jalan pintas penebusan dosanya. Penebusan dengan maut demi agama ialah pilihan logis yang gampang bagi seorang mantan penjahat atau narapidana, sehingga agresi bom bunuh tampak di mata dan hati mereka sebagai pilihan logis yang sanggup diterima lahir bathin tanpa keraguan. Sementara bagi mereka yang tidak mempunyai riwayat kejahatan di masa lalu, pada umumnya mempunyai karakter tidak kritis, pendiam, ragu-ragu, serta kaku atau cenderung berkacamata kuda. Meskipun diatara mereka ada yang cerdas dan ada juga yang kolot secara intelektual, namun ada kesamaan karakter yang di luar tampak biasa saja namun sesungguhnya hatinya bergejolak. Gejolak di hati kelompok kedua ini lebih kepada eksistensi diri yang relatif kurang di tengah-tengah kehidupan sosial sehingga mereka cenderung mencari-cari jalan yang beda. Ketika ada proposal melaksanakan agresi bom bunuh diri, maka hal itu menjadi pilihan logis suatu pencapaian prestasi yang sulit tertandingi dengan membayangkan mati syahid (level tertinggi) dalam perjalanan hidupnya. Perhatikan bagaimana reaksi anggota keluarga mereka yang berlatarbelakang kriminal yang cenderung tidak merasa heran, dan reaksi anggota keluarga mereka yang tidak mempunyai latar belakang kriminal yang kaget dan heran bukan kepalang penuh rasa tidak percaya.

Kapabilitas dan alasan seseorang untuk melaksanakan agresi bom bunuh diri memang unik dan tidak sanggup dipastikan kecuali oleh penjelasan pelaku seandainya sang pelaku gagal membunuh dirinya sendiri dalam agresi bom bunuh dirinya. Namun analisa dan generalisasi yang disampaikan disini setidaknya sanggup menunjukkan sedikit alternatif pemahaman sehingga kita sanggup meningkatkan kewaspadaan kepada anggota keluarga masing-masing.

Setelah memahami analisa di atas, kita juga perlu membedah dinamika sosial politik dan ekonomi nasional Indonesia secara umum.  Pada dasarnya bagi Blog I-I, agresi teror mengatasnamakan agama di Indonesia ialah TIDAK TERHINDARKAN dan masih aka terus berlanjut. Mengapa kata tidak terhindarkan dicetak abjad kapital dan ditebalkan? Hal ini untuk membuka mata kita semua bahwa dikala pra kondisi dan seluruh persyaratan terpenuhi, maka suatu kejadian pasti akan terjadi. Sebagai referensi sederhana contohnya tidak akan terjadi kebakaran apabila tidak ada api, materi bakar dan oksigen. Ketika persyaratan terjadinya kebakaran terseut ialah mutlak sehingga dengan hilangnya satu elemen maka mustahil terjadi kebakaran. Sementara pra kondisinya ialah proses bertemunya persyaratan tadi. Apakah secara tidak sengaja mirip percikan api dari korslet arus pendek yang kebetulan terjadi di ruangan yang banyak terdapat bahan-bahan gampang terbakar ataukah secara sengaja ada yang menyiramkan materi bakar dan melemparkan bara api. Sementara oksigen ialah elemen umum yang selalu ada dimana-mana yang sesungguhnya bersifat netral.

Oksigen ialah kita semua anggota masyarakat, materi bakar ialah ideologi radikalisme kekerasan, dan api ialah pengetahuan teknik-teknik terorisme, modal (uang), dan terusan kepada senjata dan materi bom (kapabilitas melaksanakan agresi teror). Mengapa kita sebagai masyarakat dianggap sebagai oksigen dan juga menjadi elemen yang turut menyulut terjadinya agresi teror. Dinamika sosial masyarakat seringkali disadari atau tidak turut serta berkontribusi melahirkan teroris-teroris. Misalnya pada masyarakat yang sangat ketat pengawasannya, muncul perlawanan lantaran ingin kebebasan dan teror-pun sanggup menjadi pilihan agresi perlawanan yang efektif. Sebaliknya pada masyarakat yang liberal, terjadinya marjinalisasi dan ketidakpedulian satu dengan yang lain dalam kompetisi bebas juga sanggup melahirkan kelompok radikal yang merasa tersingkir yang memimpikan masyarakat yang tidak liberal. Artinya di dalam masyarakat apapun, akan selalu ada saja potensi dan bibit-bibit radikal yang semata-mata berlawanan dengan tatanan masyarakat yang ada. Itulah sebabnya kita sebagai masyarakat ialah oksigen yang netral, dimana pada kondisi tertentu juga menjadi faktor penyebab terjadinya agresi teror.

Kita semua lengah dan bersalah apabila ada anggota keluarga kita menjadi pelaku bom bunuh diri. Aksi bunuh diri yang jelas-jelas tidak boleh dalam agama Islam mengapa justru dinyatakan untuk membela Islam, hal itu jelas-jelas sesat dan menyesatkan dan bahkan pelakunya dijamin masuk neraka dan bukan nirwana sebagaimana dijanjikan kepada mereka yang mati syahid. Kelengahan tersebut terletak pada lemahnya pengetahuan agama Islam dari umat Islam sendiri sehingga sanggup tertipu daya oleh ucapan-ucapan atau ajakan-ajakan jihad yang keliru. Mati syahid ialah mulia, namun bagaimana mungkin kesyahidan seseorang sanggup terjadi bila prosesnya tidak mulia dan jauh dari persyaratan kemuliaan itu sendiri. Sekali lagi bandingkan keberanian seseorang yang berjihad dalam peperangan dengan kepengecutan seseorang yang meledakkan dirinya di tengah-tengah masyarakat yang tidak berperang. Sesuatu yang mulia pasti tersusun dari aneka macam persyaratan mencapai kemuliaan itu, dimulai dari niat yang benar dan lurus serta alasan yang benar secara syar'i agama maupun norma moral universal, kemudian berlangsung di jalan yang benar yakni peperangan yang terang menghadapi musuh-musuh Islam yang memerangi umat Islam, sasaran ialah mereka yang berperang (combatant) bukan masyarakat sipil biasa apalagi perempuan dan belum dewasa yang lemah,  serta dilakukan sewajarnya dan tidak berlebihan. Aksi bom bunuh diri terang melanggar seluruh persyaratan mati syahid sehingga sedih rasanya apabila seseorang tertipu oleh usul agresi bom bunuh diri apalagi dijamin masuk surga. Marilah kita berdo'a biar masyarakat Indonesia terhindar dari tipu adaya usul terorisme yang sesat dan menyesatkan tersebut.

Deradikalisasi ialah proses yang rumit dan tidak ada jaminan untuk sukses lantaran "penyakit" keyakinan yang menyimpang (sesat) ialah bagaikan mencabut stabilitas psikologis dan emosi seseorang yang telah mapan dalam ketersesatannya. Hal ini "ma'af" ialah hampir sama dengan proses pemurtadan seseorang dari keyakinannya. Apakah mungkin? Ya sangat mungkin untuk dilakukan, bukankah sedikit ataupun banyak diantara para penganut agama yang berbeda telah terjadi proses saling memurtadkan keyakinan individu-individu para penganut agama. Misi dakwah apapun intinya ialah menanamkan keyakinan kepada para pengikutnya ihwal suatu ajaran. Nah dikala seseorang atau sekelompok orang telah tertanamkan keyakinan radikalisme kekerasan dan terorisme, maka dakwah terhadap mereka ialah mengupayakan bagaimana mereka murtad atau keluar dari keyakinan radikalisme kekerasan dan terorisme. Contoh pemurtadan ini lebih sederhana dari pada penjelasan panjang lebar ihwal bagaimana menyadarkan para teroris untuk kembali ke jalan yang lurus. Ketika jaringan Blog masuk ke dalam kelompok Jemaah Islamiyah dan aneka macam pecahan dan afiliasinya, terkumpul banyak catatan penting yang perlu kita perhatikan. Misalnya ihwal dominasi pengetahuan agama para ulama yang dikenal radikal terhadap pengikutnya, dimana secara satu arah para pengikutnya hanya mendengar dan patuh tanpa berdaya bertanya secara kritis ihwal bagaimana sang ulama menunjukkan penafsiran yang berbeda dengan ulama yang tidak radikal. Ibaratnya para pengikut tersebut benar-benar hanya domba-domba yang dengan gampang digiring ke sana kemari termasuk untuk menjadi pengantin agresi bom bunuh diri.

Deradikalisasi ini merupakan upaya menghilangkan elemen materi bakar ideologi kekerasan dan terorisme. Sesungguhnya deradikalisasi hanya menargetkan mereka yang sudah radikal, sementara upaya melindungi masyarakat dari efek ideologi radikal ialah konter radikalisasi berupa pencegahan dan proteksi masyarakat dari ajaran-ajaran sesat dan menyesatkan mirip penghalalan agresi terorisme. Apakah hal ini sanggup sukses? Blog I-I sanggup memastikan bahwa keberhasilan deradikalisasi dan konter radikalisasi tidak sanggup diukur secara pasti. Satu tahun tanpa agresi teror tidak menjamin hilangnya agresi teror di tahun berikutnya. Hal ini sama dengan masih adanya agresi jahat para pelaku tindak kriminal yang selalu ada di tengah-tengah masyarakat. Pencuri, pembegal, pembunuh, pemerkosa selalu berkeliaran di sekeliling kita. Mereka selalu mengintai kelengahan dan mencari kesempatan. Apapun alasanya, perbuatan kriminal ialah penyimpangan sikap insan yang akan menggiringnya kepada kehancuran. Perbuatan kriminal tersebut umumnya tergerak oleh motivasi pribadi baik lantaran kebutuhan, hawa nafsu, kemarahan, kebencian, gila, dan aneka macam alasan lainnya. Sementara dalam agresi teror bunuh diri, motivasinya dibungkus oleh ajaran-ajaran radikal yang tampak rasional dan agamis. Misalnya pandangan-pandangan bahwa di negara Thogut Kafir boleh membunuh, merampok lantaran belum tegaknya aturan syari'ah Islam. Padahal Islam tidak hanya bicara soal lahiriah dan formalitas hukum, melainkan juga bicara soal hakikat. Dalam kaitan ini, membunuh di luar peperangan dan aturan qisas apapun alasannya tidak sanggup diterima dalam syari'ah Islam dan hakikatnya merupakan perbuatan dosa yang harus dipertanggungjawabkan di darul abadi nanti.

Karena dalam sejarah perjalanan bangsa Indonesia proses radikalisasi terus berjalan, maka proses deradikalisasi dan konter radikalisasi juga jangan pernah berhenti. Manusia cenderung lupa dan merasa kondusif manakala tidak terjadi kejadian serangan bom, namun kemudian sangat reaktif manakala terjadi agresi teror bom betapapun kecilnya. Seharusnya kita menyikapi bahaya terorisme tersebut sama sebagaimana kita menyikapi bahwa kejahatan akan terus ada sepanjang masa. Besar kecilnya bahaya terorisme sangat tergantung kepada bagaimana pemerintah berhasil memaksimalkan upaya menghilangkan salah satu unsur pembentuk agresi teror. Baiklah, mungkin upaya deradikalisasi dan konter radikalisasi dianggap tidak efektif lantaran sebagaimana ideologi-ideologi lainnya mirip komunisme tetap ada penganut dan pengagumnya dari masa ke masa. Namun upaya deradikalisasi dan konter radikalisasi tidak boleh berhenti hanya lantaran fakta bahwa orang-orang radikal juga mati satu tetap tumbuh beberapa yang lainnya.

Upaya yang seharusnya paling maksimal dan efektif dilakukan oleh pemerintah, khususnya Intelijen (BIN), Polisi, BNPT, dan Tentara Nasional Indonesia ialah menghilangkan elemen kapabiltas terorisme. Hal ini sanggup diibaratkan dengan pengebirian para pemerkosa. Ketika kemampuan atau kapabilitas melaksanakan agresi teror sanggup dihilangkan atau ditekan diminimalkan sedemikan rupa, maka pasti jumlah agresi teror akan menurun tajam. Memang upaya ini memerlukan pinjaman personil pegawanegeri yang profesional, serta dana yang tidak sedikit dan juga taktik dan langkah-langkah yang efektif tanpa memancing terjadinya simpatik yang berlebihan terhadap kelompok teroris. Sekali yang masyarakat perlu ingat ialah bahwa kejahatan teror intinya sama dengan kejatan kriminal lainnya, namun dalam level yang berbeda sanggup berdampak lebih besar lantaran imbas rasa takut, berita, serta sifat dasarnya yang tidak pandang bulu terhadap korban, apakah kaya miskin, muslim non muslim, laki-laki wanita, belum dewasa atau orang tua, semua sanggup menjadi korban teror. Itulah sebabnya kejahatan terorisme masuk dalam kategori luar biasa. Blog I-I tidak perlu menggurui satuan-satuan khusus mirip Densus 88, Den 81 Gultor Kopassus, Satgas Konter Teroris BIN, BNPT, dan pegawanegeri keamanan dan penegak aturan ihwal taktik dan langkah-langkah yang efektif menghilangkan bahaya teror di Indonesia.

Ketika Perancis mengalami serangan teror, tampak gelar pasukan Groupe d’Intervention de la Gendarmerie Nationale (GIGN) atau sering dikenal sebagai Gendarimerie pribadi ikut diturunkan membantu Polisi Perancis, demikian juga Inggris paska serangan di Westminster dan Manchester Arena telah menerjunkan tentara di sejumlah titik rawan khususnya di instalasi penting (Operation Temperer). Nilai-nilai demokrasi telah membatasi peranan tentara dalam ikut mendukung upaya konter terorisme di aneka macam negara demokrasi lantaran tentara dianggap bukan kepingan dari penegakkan aturan dan adanya ketakutan militarisme yang kebablasan. Namun kelompok masyarakat yang melaksanakan agresi teror sanggup menjadi arogan dan merasa "sukses" lantaran mereka juga memakai hak-hak sipil mereka untuk melindungi aktifitas penyebaran anutan radikal dan basuh tangan terhadap nasib para pelaku teror yang tertangkap atau akal-akalan tidak tahu. Demokrasi yang menjamin kebebasan memberikan pendapat dimanfaatkan untuk membuatkan anutan terorisme dan hal ini telah berlangsung lama, hingga hasilnya di sejumlah negara muncul larangan penyebaran kebencian dan hasutan kekerasan. Lebih baik terlambat daripada tidak ada pencegahan lebih lanjut. Lalu bagaimana dengan Indonesia? Apabila operasi Tinombala di Poso dengan sasaran kelompok Santoso diserahkan kepada TNI, sudah selesai semenjak lama. Namun pendekatan Tentara Nasional Indonesia tentunya dengan perang dan bukan penangkapan hidup-hidup dan hal ini menjadi dilemma dalam aturan aturan nasional Indonesia. Semoga pembahasan revisi UU Anti Terorisme segera sanggup menunjukkan landasan aturan yang lebih terang dan besar lengan berkuasa dalam melindungi masyarakat Indonesia dari bahaya terorisme.

Apakah para teroris pernah berpikir bahwa contohnya Bom Kampung Melayu yang telah mengakibatkan gugurnya tiga orang Polisi sama sekali tidak mensugesti kekuatan pegawanegeri keamanan Indonesia? Bahkan justru semakin meyakinkan lebih banyak didominasi umat Islam Indonesia bahwa agresi terorisme ialah perbuatan yang sesat dan jahat. Apakah para teroris pernah berpikir bahwa agresi teror yang dilakukan di Indonesia justru merusak dan kontraproduktif terhadap impian mereka sendiri untuk mendirikan negara Islam dan menegakkan Syari'ah Islam? Terjadi pertentangan antara perbuatan dan tujuan yang akan dicapai. Kemudian apakah para teroris juga pernah berpikir ihwal hakikat kehidupan di dunia dan tujuan kehidupan di darul abadi yang dipersyaratkan dari perbuatan-perbuatan di dunia? Mati syahid sungguh ialah mulia, namun sebuah kemuliaan tidak akan lahir dari perbuatan tercela mirip bunuh diri dan membunuh orang-orang yang tidak terlibat dalam perang dan bahkan tidak memerangi. Mati syahid tidak akan lahir dari perbuatan pengecut secara belakang layar melaksanakan pendadakan membunuhi orang yang bahkan tidak tahu mengapa harus terbunuh dalam agresi teror. Bahkan dalam konteks Indonesia, korban agresi teror terbanyak ialah sesama Muslim yang juga menyembah Allah SWT yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang.

Semoga artikel ini sanggup menjadi materi kajian kita bersama, baik masyarakat umum maupun pegawanegeri keamanan dan pemerintah dalam menempuh kebijakan keamanan yang efektif.

Salam Intelijen
Dharma Bhakti

Sumber https://intelindonesia.blogspot.com

0 Response to "Momentum Bom Kampung Melayu"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel