Meramalkan Pemilu Presiden 2019

Hari ini, 9 Agustus 2017, Eyang Senopati Wirang memberikan asumsi strategis pemilu Presiden 2019 yang secara rasional oleh masyarakat Indonesia akan tampak gampang dimenangkan pasangan calon Presiden Jokowi dan tokoh terhormat dari Nahdlatul Ulama yang sudah sangat dikenal secara nasional. Alasan pemilihan tokoh NU senior berusia diatas 70 tahun yang bersahabat dekat banyak sekali kalangan tersebut sangat sederhana dan sudah menjadi "kepastian" dalam teknik asumsi intelijen. Adapun alasan strategis yang mengemuka ialah sbb:


  1. Merangkul umat Islam lintas pedoman alasannya ialah senioritasnya akan menciptakan sungkan ulama-ulama muda, dengan keinginan mendapat bunyi umat Islam dan minimal memaksimalkan proteksi pengikut NU.
  2. Meredam tuduhan kristen radikal PDI-Perjuangan yang menguat dibenak sebagian rakyat Indonesia.
  3. Meredam warta komunisme yang mendompleng koalisi Pemerintahan Jokowi (PDI-P).
  4. Mengantisipasi taktik oposisi yang "hanya" mengkapitalisasi gerakan yang bernuansa Islam dan semangat ganti presiden.
  5. Menjadi jalan yang sanggup mengharmonikan perbedaan diantara parpol pendukung yang harus cukup puas dengan jatah Menteri dan jabatan-jabatan lainnya termasuk komisaris di BUMN, Duta Besar, dan lain sebagainya.
  6. Faktor usia yang relatif senja dipilih sangat ideal mengingat Jusuf Kalla mustahil untuk maju lagi apapun yang diupayakan untuk memperpanjangnya melalui judicial review alasannya ialah sudah akad reformasi untuk membatasi masa jabatan Presiden dan Wapres sebanyak 2 kali baik berturut-turut maupun tidak. 
  7. Dengan wakil presiden berusia senja, setidaknya para politisi muda dan generasi penerus tokoh-tokoh parpol pendukung akan mempunyai peluang yang sama untuk maju pada tahun 2024.
  8. Membuktikan bahwa ke depan koalisi Pemerintah tidak lagi mengedepankan propaganda yang membenturkan kebhinnekaan dan keIslaman alasannya ialah Wapresnya seorang tokoh dan ulama terhormat berusia senja.
Sebagai pengingat asumsi strategis Eyang SW sebelumnya ialah sbb:

Pada tanggal 24 April 2017, Blog I-I telah memberikan pesan yang sangat penting kepada Presiden Jokowi:

"Bahwa anda (Presiden Jokowi) harus memperhatikan sikap orang-orang yang anda pikir mendukung namun tindakan aksinya justru dampaknya merugikan anda. Apabila pemerintah terus-menerus mengulangi blunder politik dengan memakai teknik-teknik intelijen baik dalam membela Ahok, dalam mempermalukan Presiden ke-6 SBY, memojokkan oposisi Prabowo, dalam rekayasa makar, dalam menjauhi umat Islam, serta dalam upaya menyingkirkan Panglima TNI, maka Blog I-I hari ini meramalkan KEKALAHAN Presiden Jokowi dalam pilpres 2019. Apabila saya masih hidup berumur panjang dan apabila komunitas Blog I-I tidak bubar atau dihancurkan oleh intelijen resmi, maka akan saya tuliskan secara lengkap mengapa Presiden Jokowi pasti KALAH dalam pilpres 2019."


Pada 24 Juli 2017, Eyang SW memberikan :"Merevisi ramalannya (Kekalahan Jokowi) dan menyatakan bahwa jikalau BIN solid dalam kepemimpinan BG mendukung Jokowi, maka keinginan Prabowo menang dalam Pilpres 2019 semakin memudar. Cepat atau lambat, BG akan memperoleh analisa-analisa tajam dari mutiara BIN yang tersembunyi. Harapan Prabowo hanya jikalau bisa mengakses mutiara-mutiara waskitha BIN yang tersembunyi tersebut".


Kemudian dalam sejumlah artikel Blog I-I juga pernah disebutkan sejumlah analisa yang sifatnya warning kepada Pemerintahan Jokowi-JK biar lebih berhati-hati dan sungguh-sungguh mengayomi seluruh rakyat Indonesia dari banyak sekali golongan. Selain itu, juga biar menghindari kebijakan-kebijakan blunder serta cara-cara politik kekuasaan dan intelijen yang sanggup berakibat kontraproduktif. Hal ini semoga sanggup dibuktikan dalam Pilkada 2018 nanti.

Dinamika yang akan berkembang
Anda seluruh pembaca Blog I-I akan menemukan sejumlah hiruk pikuk capres-cawapres yang seharusnya sederhana dan tidak perlu membingungkan dengan banyak sekali manuver politik alasannya ialah hakikatnya hanyalah memenangkan simpati para pemilih rakyat Indonesia. 

Partai-partai gres secara otomatis akan mendukung Jokowi. Satu-satunya Partai Koalisi Jokowi yang mempunyai kekuatan tawar-menawar ialah PKB, dimana akan memaksimalkan Cak Imin dan menyiapkan alternatif ulama senior yang nanti akan dipilih dan disetujui oleh seluruh Ketua Parpol partai pendukung Jokowi.

Sementara koalisi oposisi tidak akan berubah dengan pengecualian Partai Demokrat (PD) yang tampak berupaya mengendalikan dinamika politik untuk kepentingan PD. Namun apa daya alasannya ialah sejumlah keterbatasan menjadikan PD sulit bergerak bebas dan mungkin akan terpaksa berkoalisi dengan oposisi walaupun tidak suka. PD berada di posisi yang sulit alasannya ialah di koalisi petahana akan berat dan di koalisi oposisi juga akan berat, dalam arti tidak akan menguntungkan PD secara maksimal. 

Koalisi oposisi akan lebih banyak didominasi ditangan Gerindra dan siapapun yang punya "uang" cukup banyak untuk berani maju alasannya ialah proteksi para penguasaha terbesar ke arah petahana. Sementara itu, maksimalisasi warta memperjuangkan Islam dan Ganti Presiden semakin meredup alasannya ialah semenjak awal warta tersebut terkesan ingin mengulang sukses Pilkada DKI Jakarta yang bergotong-royong bersifat unik alasannya ialah faktor blunder politiknya Ahok. Gerindra dan PKS cenderung solid, namun sayangan calon PKS hampir selalu kurang sanggup diterima secara nasional alasannya ialah cenderung pribadi milik PKS. Sementara PAN yang arah politiknya masih dipengaruhi Amien Rais akan mengalami tarik-menarik internal dan gamang hingga batas waktu. 

Dengan dinamika tersebut, maka yang akan terjadi ialah solidnya capres cawapres koalisi pendukung Jokowi dan calon wakilnya. Sedangkan oposisi, yakni Prabowo dalam proses penentuan pasangan akan kontroversial dan mengundang emosi-emosi "saling kurang percaya" satu dengan yang lainnya.

Calon cawapres Prabowo yang terbaik ialah Anies Baswedan atau Agus Yudhoyono -AHY (cadangan)  dengan syarat sanggup diterima oleh seluruh koalisi oposisi, namun dinamika koalisi oposisi yang rentan pecah akan diwarnai sejumlah kontroversi yang apabila dikelola baik sanggup memaksimalkan kemungkinan oposisi bisa menandingi petahana Jokowi dan wakilnya. Kemungkinan koalisi untuk menang hanya terjadi apabila secara solid Gerindra-PD-PKS-PAN dan sisa partai yang tidak mendukung Jokowi semuanya bergabung. Bila ukiran terlalu tajam dalam koalisi ini maka dampaknya tidak akan solid. Sehingga kemenangan Jokowi tidak sanggup tertahan. Adapun alternatif-alternatif calon lainnya, utamanya dari tokoh Islam akan mengalami hambatan proteksi partai pendukung koalisi dan utamanya sikap Prabowo. 

Alternatif terbaik lainnya untuk menandingi Jokowi dan wakilnya ialah Prabowo sadar diri untuk tidak mencalon diri dan menawarkan kejutan contohnya dengan memajukan Anies Baswedan atau tokoh lainnya sebagai Capres. Sementara wakilnya bisa dari salah satu parpol pendukung. Langkah apapun yang ditempuh oposisi, akan teramat sulit untuk solid dalam artian sesolid koalisi petahana. Dengan demikian, tidaklah mengherankan jikalau Eyang Senopati Wirang memberikan perkiraaan bahwa Jokowi dan pasangannya mempunyai peluang yang lebih besar untuk menang.

Kemenangan Jokowi tersebut bukan berarti sanggup diraih dengan gampang alasannya ialah meremehkan koalisi oposisi pimpinan Prabowo sanggup berakibat fatal berupa kekalahan Jokowi yang menyakitkan. Penglihatan pertama Eyang SW ialah bahwa Jokowi akan kalah, penglihatan tersebut sedikit berubah manakala Pemerintahan Jokowi memperbaiki diri dengan lebih jujur sedikit. Khusus catatan proteksi intelijen akan sangat vital, terutama analisa dan operasi luar negeri BIN, sepintas tidak masuk kebijaksanaan bukan? mengapa analisa dari biro BIN di luar negeri dan bukan dari mereka yang setiap hari berurusan dengan warta politik dan keamanan dalam negeri? Karena disanalah mutiara BIN tersembunyi.

Penglihatan kedua Eyang SW, Jokowi berpotensi menang paska operasi penggembosan Prabowo dengan keterlibatan intelijen. Hal ini akan dengan gampang terdeteksi oleh SBY yang dengan piawai akan menawarkan tekanan kepada intelijen. Semoga intelijen akan kembali ke jalur yang lurus untuk netral dari pertarungan politik nasional, atau minimal meningkatkan kecerdikannya untuk tidak terdeteksi siapapun dikala mencoba untuk terlibat dalam politik. 

Penglihatan ketiga Eyang SW, pertarungan Jokowi - Prabowo akan menjadi sangat unik alasannya ialah Jokowi dan para pendukungnya begitu ketakutan dengan bahaya politik identitas Islam. Sementara Prabowo dan pendukungnya justru berkonsentrasi dengan warta ekonomi yang lebih simpel dan fundamental untuk mensejahterakan seluruh rakyat Indonesia. Cukup sulit untuk mengetahui siapa calon wakil presiden yang akan mendampingi Prabowo alasannya ialah penglihatan Eyang SW tidak sanggup dihitung secara rasional. Beliau melihat seorang yang muda di bawah 50 tahun yang menguasai bisnis dan ekonomi serta merupakan pelaku bisnis yang handal yang juga hebat strategi. 

Lalu siapa yang akan keluar jadi pemenang? Peribahasa kuno menyebutkan penglihatan pertama ialah yang terkuat maka ikutilah, namun sayang Eyang SW tidak sempat memastikannya. Satu-satunya pesan Eyang SW yang terang ialah biar menjaga BIN dari inflitrasi kepentingan politik kekuasaan dan dominasi kekuatan tertentu yang menjadikan intelijen menjadi tumpul dan tidak netral. Namun pesan untuk BIN tersebut tidak menjawab teka-teki siapa yang akan menjadi pemenang dalam pilpres 2019. 

Secara kebijaksanaan perhitungan politik dan matematika, Jokowi dan pasangannya akan menang alasannya ialah partai pendukung akan lebih banyak, merupakan petahana serta secara survei juga tertinggi elektabilitasnya hingga dengan tahun 2018-2019. Namun mengapa tampak kekalahan Jokowi dalam penglihatan pertama Eyang SW? Faktor apa yang menjadikan kekuatan yang besar justru kalah dari kekuatan yg lebih kecil dari koalisi oposisi? Apakah BIN akan berperan besar dalam memberikan informasi-informasi penting yang sanggup menguntungkan salah satu kandidat dengan analisanya yang tajam. Ataukah Prabowo karenanya sanggup menemukan mutiara BIN yang tersembunyi?

Mutiara Badan Intelijen Negara sanggup memperkirakan kondisi strategis 2019 dengan sangat baik dengan tetap netral dan mengedepankan profesionalisme. Namun tidak banyak analis BIN yang mempunyai kemampuan tersebut dan mereka yg benar-benar jasus cenderung menghindari sorotan pejabat tinggi BIN dan bersikap rendah hati. Tidak mengejar pangkat dan uang, tidak terlalu peduli jabatan, dikenal publik tidak terkait BIN, atau tidak dikenal sama sekali. Menguasai banyak sekali teknik intelijen serta mempunyai wawasan yang luas wacana yang ghaib.

Wejangan Eyang SW sepintas sangat asing dan tidak masuk akal. Bagaimana mungkin di tahun 2017 ini, intelijen masih bermimpi memadukan rasionalitas/intelektual, informasi yang akurat, teknik dan strategi, serta penglihatan bathin yang tajam? Apalagi pengetahuan wacana yang ghaib. Benarkah masih ada agen-agen BIN berkemampuan tinggi ibarat masa Presiden Suharto yang bisa mengakses seluruh dunia paranormal Indonesia sekaligus hebat taktik berpendidikan tinggi dengan analisa yang tajam?  Karena tingkat kerahasiaan yang sangat tinggi, orang-orang ibarat itu hanya diketahui oleh Yoga Soegama dan kemudian sebagian kecil menjadi incaran dan dicari-cari oleh Ali Murtopo dan Benny Moerdhani. Bila dihitung dari masa kerja, mereka semua seharusnya sudah punah. Namun entahlah, kadang-kadang orang-orang tersebut muncul kembali dalam wajah yang berbeda dari generasi yang berbeda sebagaimana penglihatan Eyang SW. 

Salam Intelijen
SW







Sumber https://intelindonesia.blogspot.com

0 Response to "Meramalkan Pemilu Presiden 2019"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel