Cia Esau-40: Indonesia 1965 - The Coup That Backfired
Dokumen setebal 356 halaman yang direlease CIA pada Mei 2007 dengan nomor CIA/SRS /RSS 0033-68 belakangan ini menjadi ramai kembali alasannya info komunisme yang marak menjadi pembicaraan masyarakat Indonesia. Isu komunisme bukan saja selalu menarik alasannya menjadi belahan sejarah hitam perjalanan bangsa Indonesia melainkan juga alasannya fakta masih adanya sebagian elemen bangsa Indonesia yang tergelincir untuk tetap memeluk faham komunis dalam hati dan pikirannya. Selain itu, sebagian elemen bangsa Indonesia juga menganggap bahwa masih ada duduk kasus terkait HAM dalam penanganan ancaman komunisme di Indonesia. Masalah HAM tersebut terkait dengan perbedaan pandangan ihwal apa yang terjadi paska pemberontakan PKI dengan dugaan terjadinya pembunuhan dan marjinalisasi terhadap kaum radikal komunis. Bagi para pembela HAM telah terjadi pelanggaran HAM berat, namun bagi pemerintah khususnya pegawanegeri keamanan telah terjadi penegakkan keamanan nasional menyelamatkan bangsa Indonesia dari ancaman komunisme. Perbedaan yang tajam tersebut juga masuk ke ranah masyarakat akar rumput, dimana kaum nasionalis, Islam dan ormas lainnya mendukung kebijakan pemerintah dalam mengatasi ancaman komunisme tersebut. Perdebatan ini tidak akan ada habisnya, dan apabila terus-menerus dipertentangkan maka ujungnya yaitu konflik yang tidak berkesudahan. Bangsa Indonesia juga akan menghabiskan waktu untuk sesuatu yang justru akan menghancurkan aneka macam potensi bangsa dan memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa.
Beberapa kunci penting dalam dokumen CIA terkait insiden G 30 S PKI yaitu sbb:
- Benar bahwa Partai Komunis Indonesia (PKI) merencanakan perebutan kekuasaan (coup) dengan bukti-bukti yang sangat banyak baik berupa dokumen maupun saksi-saksi.
- PKI berhasil menyusupkan kader-kadernya dan menjadi komandan di badan Angkatan Bersenjata serta mempunyai pasukan. Jumlah kader PKI tersebut mencapai ratusan komandan namun tidak terperinci hingga pada pangkat apa saja. Para komandan yang disusupkan atau direkrut PKI tersebut melaksanakan kontak rutin dengan Biro Khusus (Special Bureau) PKI yang sangat dirahasiakan. Tokoh militer ibarat Untung, Sudjono, Latief, dan Supardjo bukan anggota aktif PKI namun merupakan sayap bersenjata dari perebutan kekuasaan PKI yang gagal. Mereka sanggup dikatakan sebagai simpatisan PKI yang berkoalisi dan berharap akan memperoleh karir militer yang lebih cemerlang sesudah berselingkuh dengan PKI.
- Kunci terpenting berdasarkan dokumen CIA yaitu bahwa apa yang terjadi pada tahun 1965 yaitu "PENYINGKIRAN" sejumlah pimpinan Angkatan Darat yang direstui oleh Presiden Sukarno alasannya penolakan terhadap kebijakan Presiden Sukarno yakni Komisar Politik dan Angkatan ke-5.
- Peranan Intelijen yakni BPI dibawah Subandrio diantaranya merekayasa dokumen Gilchrist ihwal Dewan Jenderal dimana diduga besar lengan berkuasa Presiden Sukarno juga tahu duduk kasus ini. Meskipun apa yang dikenal sebagai Dewan Jenderal kemungkinan besar memang ada sebagai upaya menahan tekanan PKI mempengaruhi Presiden Sukarno untuk menghancurkan AD sebagai kekuatan politik, namun Dewan Jenderal tersebut tidak pernah merencanakan perebutan kekuasaan sebagaimana direkayasa oleh BPI.
- Republik Rakyat China tahu planning perebutan kekuasaan PKI dan bahkan ikut mendukung dan mendorong terjadinya perebutan kekuasaan 1965 tersebut, namun yang perlu dicatat yaitu RRC bukan otak dari perebutan kekuasaan PKI.
Catatan embel-embel analisa Blog I-I ihwal bumerang dari perebutan kekuasaan PKI terhadap PKI dan seluruh anasir-anasirnya di Indonesia.
- Kegagalan perebutan kekuasaan PKI menjadi bumerang yang sangat dahsyat bagi PKI dan seluruh anasirnya hingga ke akar-akarnya. Secara situasional, ketegangan yang terjadi begitu mencekam masyarakat Indonesia dan kebijakan ekstrim yang ditempuh kepemimpinan darurat nasional paska perebutan kekuasaan yaitu langkah yang sangat krusial dalam memantapkan stabilitas keamanan nasional.
- Sejumlah produk aturan menjadi dasar pelaksanaan abolisi PKI dari bumi Indonesia. Disinilah titik terpenting sejarah Indonesia yang diperdebatkan oleh para pembela HAM, yakni pelaksanaan penghukuman terhadap PKI termasuk simpatisannya. Pembicaraan ihwal perbedaan pendapat terjadi dan tidak terjadinya penyiksaan dan pembunuhan terhadap anggota PKI serta berapa banyak jumlahnya selalu dihindari oleh para pelaku sejarah. Semakin usang duduk kasus ini akan menjadi perdebatan tanpa ujung dan asumsi Blog I-I yaitu bahwa duduk kasus ini tidak akan pernah menemukan titik temu. Alasan Blog I-I yaitu bahwa sudut pandang dalam melihat duduk kasus PKI yaitu konflik ideologi dan politik dan bukan duduk kasus kemanusiaan. Akibatnya untuk memulai pembicaraan saja sudah akan mengudang polemik yang tajam. Bahwa para pembela HAM bersikukuh dengan sisi HAM sanggup dimaklumi, namun kecurigaan dan kekhawatiran kebangkitan komunisme sulit dihilangkan dari hati dan benak masyarakat Indonesia. Akibatnya pihak-pihak anti Komunis sangat gampang mencegah pembicaraan duduk kasus HAM paska perebutan kekuasaan PKI 1965 dengan mengedepankan ancaman laten PKI dan kebangkitan komunisme.
- Fakta terjadinya perebutan kekuasaan PKI menjadi justifikasi untuk melarang PKI dan faham komunisme di Indonesia. Hal yang sama sebenarnya juga menimpa kelompok Negara Islam Indonesia yang dipimpin oleh Kartosuwiryo ketika kelompok NII (DI) / TII gagal dalam deklarasi Negara Islam Indonesia dan ditumpas oleh Angkatan Bersenjata.
- Blog I-I bukan jaringan yang memperjuangkan HAM, namun tidak berarti mengabaikan HAM. Menurut Blog I-I, jalan tengah dalam duduk kasus keadilan HAM paska perebutan kekuasaan PKI 1965 harus berdasarkan pada fakta penyebab seluruh rangkaian insiden kemanusiaan yang menimpa bangsa Indonesia tersebut yaitu PKI, sementara korban-korban yang berjatuhan baik dari pihak non-komunis dan komunis yaitu ekses dari perebutan kekuasaan PKI tersebut. Hal ini sanggup memastikan komunisme tidak sanggup dihidupkan kembali di bumi Indonesia. Kemudian untuk mengungkapkan duduk kasus HAM ibarat yang dituduhkan sebagian pihak sanggup dibuat Tim Pencari Fakta dalam rangka menawarkan penghormatan yang semestinya kepada korban-korban yang berjatuhan dari semua pihak tanpa membenarkan siapapun. Semua fokus pada duduk kasus HAM, fokus kepada keadilan untuk korban. Tidak ada yang perlu minta ma'af atau menawarkan ma'af. Namun kalau terbukti ditemukan korban-korban insan yang terbunuh paska perebutan kekuasaan PKI tersebut, maka selayaknya mereka dibangunkan monumen untuk pengingat bagi generasi mendatang Indonesia, bahwa pernah terjadi insiden kemanusiaan yang tidak diinginkan oleh seluruh bangsa Indonesia tersebut.
- Ide Blog I-I tersebut tentu tidak sanggup memuaskan mereka yang berfaham komunis, namun juga mungkin akan ditolak oleh mereka yang anti komunis. Tidak akan ada titik temu antara kaum komunis dan anti komunis alasannya keduanya berada dititik ekstrim yang bersebrangan. Bila kita sungguh-sungguh ingin menawarkan ketenangan kepada para korban yang merupakan ekses perebutan kekuasaan PKI, maka penghormatan yang sewajarnya sanggup diberikan dengan kesadaran persatuan dan kesatuan bangsa. Penghormatan tersebut tentunya tetap tidak berlaku kepada mereka yang terlibat eksklusif atau aktif dalam PKI alasannya faktanya PKI melaksanakan perebutan kekuasaan berdarah. Meskipun dalam dokumen CIA, perebutan kekuasaan PKI tersebut direstui Presiden Sukarno dalam skenario menyingkirkan pimpinan AD, namun melesetnya kalkulasi PKI justru menjadikan dampak yang besar kepada para simpatisan PKI.
- Apabila ingin adil siapa yang harus meminta maaf yaitu seluruh keluarga hebat waris dari pimpinan PKI dan Biro Khusus serta keluarga Presiden Sukarno alasannya merekalah penyebab awalnya. Kemudian berikutnya yaitu keluarga Presiden Suharto alasannya beliaulah yang bertanggung jawab dalam proses pemulihan stabilitas keamanan nasional. Apakah mereka semua bersedia? Apakah hal itu sanggup diwakilkan oleh pemerintah RI dikala ini sebagai tanggung jawab moral? Jawabannya TIDAK alasannya dampaknya yaitu akreditasi salah dan benar secara ideologi dan politik. PKI yang jelas-jelas salah baik dari kacamata seni administrasi politik maupun dari kacamata kesetiaan kepada bangsa dan negara tidak sanggup diberikan maaf. Bahwa keluarga korban dari kalangan komunis/PKI masih belum mencicipi keadilan, maka periksa sungguh-sungguh mengapa dulu PKI melaksanakan kudeta. Apa yang telah berkembang di Indonesia melalui demokrasi dikala ini sudah sangat baik bagi para keluarga PKI dimana litsus sudah dihapuskan dan mereka sanggup hidup normal. Apakah hal ini masih belum cukup? Apakah ingin mengulangi sukses PKI di masa kemudian dan menghidupkan kembali PKI?
- Sekali lagi, para korban yaitu ekses dari konflik ideologi dan politik dan hal ini tidak sanggup dipisahkan hanya dari kacamata HAM. Para pimpinan PKI tahu persis resiko yang mereka tempuh dengan melaksanakan kudeta, namun anggota PKI dan simpatisannya tidak tahu.
- Saran lain dari Blog I-I, yaitu kita semua sebagai bangsa seyogyanya sanggup mendapatkan fakta sejarah yang sulit dan menatap masa depan yang lebih baik. Masa depan tersebut jauh lebih penting daripada mengorek-ngorek luka usang yang membangkitkan kembali emosi, permusuhan, dan perilaku ingin saling membunuh.
Semoga bermanfaat,
Salam Intelijen
Senopati Wirang
Sumber https://intelindonesia.blogspot.com
0 Response to "Cia Esau-40: Indonesia 1965 - The Coup That Backfired"
Posting Komentar