Benarkah Bin Anti Islam?

Kontroversi Surat Edaran BIN (sumber dari Internet)

Tidak usang sehabis BIN membuatkan propaganda kontribusi pembubaran Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), BIN kembali menjadi sorotan isu lantaran bocornya Surat Edaran Larangan Berjenggot dan Memakai Celana Cingkrang bagi pegawai BIN yang kemudian diklarifikasi dua kali yakni pertama oleh Deputi Komunikasi dan Informasi BIN yang membenarkan SE larangan berjenggot dan kedua oleh Sestama BIN yang membantah SE larangan berjenggot tersebut.

Sungguh aneh bin ajaib, bagi organisasi intelijen yang akan memasuki usia ke 71 tahun bahwa kebocoran informasi telah berulangkali terjadi. Meskipun Blog I-I selalu memperoleh kebocoran-kebocoran tersebut, namun demi menjaga kehormatan BIN, Blog I-I hanya mengangkat kebocoran yang telah menjadi pembicaraan publik di media massa sebagaimana larangan berjenggot tersebut. Sengaja Blog I-I mengangkat artikel ini sehabis perdebatan di media mereda sebagai materi pelajaran semata.

Catatan khusus Blog I-I terhadap BIN ialah makin kuatnya kecurigaan umat Islam baik yang radikal maupun moderat terhadap sepak terjang BIN yang semakin tidak jelas. Kondisi BIN ketika ini hampir mendekati kala kejayaan Lubertus Benny Moerdhani ketika menguasai seluruh Intelijen resmi Indonesia dengan rangkap jabatan di BAKIN dan BAIS TNI. Kecenderungan untuk memposisikan Islam sebagai ancaman merupakan definisi dari kelompok minoritas yang merasa terancam dengan gerakan politik populisme Islam yang dianggap membahayakan posisi Presiden Jokowi. Politik populisme Islam yang sanggup mendorong terjadinya dominasi secara umum dikuasai umat Islam yang sadar ihwal posisinya yang selalu menyerah atau kalah sebagai pecundang semenjak kemerdekaan tampak membuka mata sebagian umat Islam Jakarta dalam pilkada DKI Jakarta kemarin.

Demi keutuhan Republik Indonesia, tentu tidak aman untuk membahas mayoritas-minoritas yang sanggup memicu terjadinya konflik kepentingan yang sanggup berujung pada konflik terbuka. Namun demikian, cara-cara yang ditempuh BIN dan Pemerintah dalam meggembosi secara umum dikuasai biar dominasi minoritas tidak tergerus telah terbaca terang oleh sebagian penggerak Islam yang waspada. Adalah isu-isu yang menggambarkan seakan-akan Islam anti Pancasila yang digunakan, sehingga terjadilah pelarangan HTI dan rencananya juga akan menimpa seluruh ormas Islam yang dilabel anti-Pancasila. HTI sebagai pola masalah masih terus bergulir dan belum tamat dalam proses aturan pelarangan, namun secara politik efeknya telah terasa di kalangan HTI. Siapa otaknya? Benarkah semua dirancang oleh BIN?

Mencermati kecurigaan-kecurigaan terhadap BIN, sanggup disampaikan bahwa pelarangan HTI dan upaya memarjinalkan umat Islam bukan hasil karya taktik BIN semata. Hal itu merupakan kepingan dari taktik pemerintah dalam menekan kelompok Islam politik yang tujuannya biar umat Islam secara umum tidak memakai sentimen agama dalam berdemokrasi, lantaran jikalau sentimen agama menguat maka sanggup dipastikan bahwa partai-partai politik berbasis Islam akan berjaya dalam pemilu kepala tempat maupun pemilu presiden. Hal inilah yang terjadi di Turki dan Mesir dimana kesadaran umat Islam berhasil memenangkan partai Islam. Turki sanggup dikatakan berhasil lantaran relatif lebih modern dan sukses dalam memelihara kemenangan partai Islam yang tidak secara tiba-tiba melaksanakan Islamisasi sebagaimana di Mesir dimana kemudian kemenangan partai Islam Muslim Brotherhood (Ikhwanul Muslimin) yang gagal dalam menganalisa oposisinya dengan melaksanakan pencucian dan dominasi seluruh posisi jabatan kunci negara dan gagal pula dalam mendeteksi aliansi Tentara dan kelompok Islam liberal dan minoritas.

Sementara Indonesia ketika ini sedang mencegah apa yang terjadi di Turki maupun di Mesir, dengan kata lain taktik Indonesia jauh lebih canggih daripada kelompok Islam liberal dan minoritas di Turki maupun Mesir. BIN terlalu lemah untuk bisa merancang taktik tersebut, apa yang terjadi belakangan ini ialah bahwa BIN telah disusupi agen-agen anti Islam yang secara efektif menghipnotis kebijakan-kebijakan anti Islam, khususnya Islam politik. Surat Edaran BIN yang menyentuh aspek lahiriah penampilan menyerupai jenggot dan celana cingkrang secara kecerdikan sanggup diterima dalam rangka tertib urusan dalam organisasi untuk training anggota BIN yang profesional menanggalkan ciri fisik keIslaman menyerupai jenggot dan celana di atas mata kaki. Namun ketika surat tersebut bocor, maka dpat segera ditarik kesimpulan bahwa di dalam internal BIN terjadi pro dan kontra. Serta kemungkinan besar apa yang dibantah justru yang benar, seharusnya hal ini tidak terjadi sehingga publik tidak berspekulasi. Penyusupan agen-agen anti Islam ke dalam BIN sanggup dilakukan melalui Dewan Analis Strategis (DAS) atau staf khusus yang mana semuanya sanggup diambil dari luar organik BIN, Tentara Nasional Indonesia maupun Polisi.

Bagaimana sebenarnya kita sanggup secara obyektif menilai sebuah perilaku anti-Islam? Selama anda sanggup beribadah dengan nyaman dan aman, selama anda sanggup merayakan hari-hari besar agama Islam, selama anda tidak dihalang-halangi dalam melaksanakan anutan Islam, maka tentunya yang sedang berkuasa tidak bersikap anti-Islam. Islam dalam aspek ibadah ritual maupun amaliah sosial hidup subur di Indonesia dan mereka dari kelompok Islam radikal hingga liberal sanggup menjalankan acara keIslamannya maupun meninggalkan ibadah keIslamannya tanpa rasa khawatir. Lebih jauh lagi, aturan yang berlaku ialah bukan aturan Islam, sehingga proses penghukuman juga secara nyaman bersandar kepada aturan nyata baik pidana mupun perdata. Puncaknya ialah pada sistem politik demokrasi dan dasar negara Pancasila serta konstitusi Undang-Undang Dasar 1945, dimana semuanya menjamin kebebasan beragama dan kebebasan individu dalam menentukan apakah dirinya menjadi religius maupun menjadi tidak religius. Sepanjang taat pada aturan yang berlaku, anda sanggup hidup nyaman tentram dan aman di Indonesia.

Situasi obyektif anti-Islam baik oleh pemerintah maupun kebanyakan warga Indonesia yang liberal ialah terhadap Islam politik dan aturan Islam. Terjadi semacam perilaku alergi lantaran akan terjadi benturan dari prinsip-prinsip Islam politik dan demokrasi serta sistem politik Pancasila. Sebagai pola pelaksanaan aturan syariah di Aceh oleh kaum Islam liberal Indonesia akan tampak sebagai suatu hal yang mengerikan, pola sederhana anda tidak sanggup berduaan dengan pasangan bukan muhrim. Lebih jauh lagi problem kebebasan dan HAM yang merupakan nirwana bagi pelaku penyimpangan seksual menyerupai kaum LGBT menyerupai kasus pesta gay di Jakarta baru-baru ini. Penangkapan oleh polisi terhadap prostitusi gay tersebut bahkan dikecam LBH Jakarta, tidak terbayang seandainya aturan Islam yang berlaku.

Bayangan ihwal benturan-benturan yang terjadi dalam sistem politik Islam dan pelaksanaan aturan Islam lantaran perbedaan perilaku dalam badan umat Islam Indonesia telah menciptakan kontribusi politik terhadap partai politik Islam menjadi lemah. Itulah sebabnya semenjak awal kemerdekaan, para ulama Islam dan pimpinan ormas Islam secara umum dikuasai cenderung untuk menentukan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 yang dijiwai oleh nilai-nilai keIslaman daripada menerapkan sistem politik Islam dengan negara Islam dan aturan Islam. Selain keberatan dari kaum minoritas, khususnya keberatan dari Indonesia Timur, dari umat Islam sendiri terpecah dalam perbedaan pandangan ihwal kewajiban menegakkan negara Islam. Singkat kata, secara umum dikuasai umat Islam Indonesia lebih nyaman dalam negara Pancasila daripada negara Islam. Hal itu bukan lantaran anti-Islam, melainkan lebih bersifat pilihan yang aman dan tidak bersifat konflik lantaran perbedaan tadi.

Kembali kepada apa yang terjadi di BIN, sanggup kita meraba-raba dan menduga bahwa kebocoran demi kebocoran dari BIN terkait isu jenggot dan celana cingkrang boleh jadi cermin dari adanya kelompok di BIN yang cenderung semakin taat beragama dan kelompok profesional. Kaprikornus bukan anti-Islam. Tidak benar apabila BIN dikatakan anti-Islam. Spekulasi-spekulasi ihwal BIN yang anti- Islam sebagaimana berkembang di sebagian kalangan Muslim Indonesia tidak mempunyai landasan yang kuat.

Kebijakan yang harus segera ditempuh oleh BIN ialah menerapkan disiplin organisasi yang lebih ketat serta melaksanakan test ulang integritas seluruh anggota BIN dan sistem pembagian terstruktur mengenai terusan terhadap laporan. Hal ini akan sanggup mencegah terjadinya kebocoran-kebocoran yang tidak dikehendaki di masa mendatang. Semoga BIN sanggup terus berbenah menjadi organisasi yang profesional obyektif dan berintegritas.

Salam Intelijen
Dharma Bhakti

Sumber https://intelindonesia.blogspot.com

0 Response to "Benarkah Bin Anti Islam?"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel