Antara Manchester Arena Dan Kampung Melayu: Ancaman Radikalisme Dan Terorisme

Senin 22 Mei 2017 serangan bom bunuh diri terjadi di Manchester Arena tempat dimana Ariana Grande beraksi dalam konser musiknya. Korban tewas mencapai 22 orang dan sekitar 120 orang luka-luka, tidak usang kemudian polisi Inggris melaksanakan serangkaian penangkapan terhadap orang-orang yang diduga tahu atau merupakan penggalan dari jaringan teroris (baca: Manchester Evening News). Rabu 24 Mei 2017 serangan bom bunuh terjadi di daerah terminal Kampung Melayu yang menewaskan 5 orang yakni 3 orang polisi dan 2 orang terduga pelaku bom bunuh diri serta belasan orang luka-luka (baca: BBC Indonesia).

Pelajaran apa yang sanggup kita ambil dari dua insiden yang berjauhan lokasinya namun berdekatan waktu serangannya serta kesamaan modus bom bunuh diri tersebut?


Terulangnya serangan teror bom bunuh diri dari waktu ke waktu merupakan cerminan ancaman serangan teror tetap mengintai kita semua meskipun pegawanegeri keamanan khususnya Polisi dan Intelijen telah bekerja keras melaksanakan upaya pencegahan dan pengungkapan jaringan teroris. Inggris sebagai negara maju dengan banyak sekali kemampuan counter terornya yang tinggi harus mengakui bahwa serangan sederhana baik dari jaringan teroris maupun yang sifatnya sendirian (lone wolf) telah berulang kali terjadi. Indonesia sebagai negara yang menuju menjadi negara besar dan maju juga mengalami serangan teror yang berulang kali. Kesimpulan pertama ialah bahwa teror bom bunuh diri sanggup terjadi di manapun. Mencermati perkembangan situasi konflik di wilayah Timur Tengah, maka ancaman teror akan terus mengintai tanpa kenal lelah mejerumuskan generasi muda Muslim yang kurang ilmu agama atau tidak stabil secara mental untuk menjadi pelaku bom bunuh diri. Logika usaha "dunia Islam" yang dipersonifikasikan ke dalam agresi individu-individu yang melaksanakan serangan bom bunuh diri bukan saja menyesatkan para pelakunya, melainkan juga membingungkan masyarakat lantaran polanya yang tidak ajeg. Ketika serangan menimpa pegawanegeri keamanan menyerupai petugas Polisi atau simbol-simbol pegawanegeri keamanan lainnya, mungkin saja motifnya "balas dendam". Namun dikala serangan menimpa masyarakat biasa yang kebetulan berada di keramaian, maka motifnya menjadi kurang terperinci apakah semata-mata membawa mimpi jelek kepada masyarakat yang ditargetnya ataukah lantaran ketidakberdayaan menghadapi pegawanegeri keamanan.

Blog I-I tidak bosan-bosannya mengingatkan ancaman serangan teror yang masih akan terus mengintai Indonesia selama konflik di Timur Tengah terus berlangsung baik di Suriah, Irak, Libya, Yaman, maupun di wilayah lainnya. Disadari ataupun tidak, konflik-konflik berdarah tersebut membawa efek penderitaan yang dalam lantaran terlalu banyaknya kematian. Semakin usang konflik berjalan, maka semakin usang pula efek penderitaan tersebut. Mereka yang eksklusif mencicipi efek dari konflik berdarah mempunyai alasan dalam meradikalisasi dirinya semoga besar lengan berkuasa militan dalam berjuang di wilayah konflik. Namun mereka yang bersimpati juga sanggup terjangkiti emosi kemarahan, kebencian, dan perasaan paling benar jika terseret ke dalam pusaran konflik berdarah. Misalnya saja mereka yang ikut bergabung dengan kelompok-kelompok yang berkonflik di Timur Tengah, sebut saja contohnya ISIS dan organisasi yang berhubungan kepadanya. Dari simpati, usang kelamaan menjadi keyakinan dan dikala menyaksikan dunia yang terus berputar tanpa peduli kepada ISIS, maka lahir apa yang disebut sebagai penolakan terhadap realita kehidupan. Hal itulah yang memudahkan langkah untuk mengakhiri kehidupan dengan bom bunuh diri.

Hanya orang-orang yang lemah dan sedikit ilmunya yang melaksanakan agresi bom bunuh diri. Sementara para pemimpin gerakan teroris atau yang melaksanakan rekrutmen dalam rangka radikalisasi sangat jarang mau melaksanakan agresi bom bunuh diri dengan alasan mereka diharapkan untuk gerakan. Kesimpulan kedua ialah bahwa baik di Inggris maupun di Indonesia sumber daya insan yang berjiwa lemah dan sedikit akil agama sangat banyak sehingga kemungkinan serangan bom bunuh diri tidak akan mereda dari waktu ke waktu. Mati satu tumbuh seribu lantaran sumber daya manusianya akan ada terus. Apakah mereka tidak terdeteksi oleh intelijen? Andaipun terdeteksi, sangat sulit dalam memastikan apakah suatu serangan akan terjadi, kapan dan dimana.

Bagaimana mengatasinya? Setidaknya ada dua cara yang secara simultan harus terus berlangsung dari waktu ke waktu. Yakni dari sisi sumber daya manusiannya perlu diputus atau dihilangkan kemungkinan masih tersedianya pemuda/i yang gampang tertipu sehingga rela tulus melaksanakan agresi bom bunuh diri. Kedua dari sisi operasi intelijen dan penegakkan hukum, sudah waktunya Indonesia berbagi operasi yang lebih masif dan berkelanjutan. Negara demokrasi menyerupai Indonesia dan Inggris memang selalu dibayangi oleh prinsip-prinsip demokrasi yang kadangkala justru dimanfaatkan oleh kelompok radikal dan para teroris untuk ikut berlindung dibalik Hak Asasi Manusia (HAM). Selain itu, khusus dalam konteks Indonesia, perlu diakui bahwa Islam ialah salah satu pilar besar dalam kehidupan berbangsa dan benegara. Hal ini memerlukan leadership yang besar lengan berkuasa dari Pemerintah dalam mendorong umat Islam Indonesia menjadi umat yang moderat (bukan munafik). Tantangan ini tidak akan pernah berakhir selama konflik di Timur Tengah berlangsung, lantaran mereka yang masuk dalam jaringan teror maupun yang meradikalisasi dirinya sendiri sanggup dipastikan berkiblat kepada dinamika keamanan, sosial dan politik di Timur Tengah.

Baik bom Manchester maupun bom Kampung Melayu merupakan teror kemanusiaan yang tidak cukup direspon dengan kampanye melawan terorisme atau menyatakan kita kuat. Apa yang dilakukan pegawanegeri keamanan Inggris maupun Indonesia dengan serangkaian penangkapan ialah pelaksanaan kiprah secara profesional. Namun hal itu sifatnya terbatas pada kasus yang sedang diselidiki. Bagaimana dengan potensi dan ancaman lainnya? Itulah sebabnya diharapkan kerjasama erat dengan masyarakat luas dalam meningkatkan kewaspadaan terhadap kelompok atau jaringan radikal dan teroris yang bersembunyi di tengah-tengah masyarakat.

Sekian, semoga bermanfaat
Salam Intelijen
Dharma Bhakti

Sumber https://intelindonesia.blogspot.com

0 Response to "Antara Manchester Arena Dan Kampung Melayu: Ancaman Radikalisme Dan Terorisme"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel