Propaganda Hitam Syrianisasi (Mensuriahkan) Indonesia: Peringatan Untuk Umat Islam Indonesia

Perang saudara di Suriah sudah menjadi catatan sejarah yang terang dengan abjad khusus berupa konflik internal dan eksternal (regional dan global) yang tidak terhindarkan. Sejak 15 Maret 2011 perang saudara tersebut berlangsung lebih dari 7 tahun, bahkan dalam skala yg lebih kecil sampai dikala ini. Setidaknya ada 7 abjad khusus perang saudara di Suriah. Pertama, ciri utama perang saudara Suriah yakni adanya empat kelompok besar yang bertikai yakni:

  1. Pemerintah Suriah pimpinan Bashar Al Assad pertolongan Rusia, Iran dan Irak
  2. Aliansi Kelompok Oposisi (Syrian National Army, Syrian Liberation Front, dll)
  3. Aliansi Federasi Demokratik Suriah Utara (Syrian Democratic Forces, dll)
  4. Islamic State Of Iraq and the Levant (ISIL) atau ISIS. Negara Islam di Irak dan Syam
Dimana di antara satu dengan yang lainnya saling berperang dengan musuh bersama ISIL/ISIS lantaran ISIS memusuhi semuanya. Pemerintah Suriah juga menjadi musuh bersama lantaran penindasan terhadap umat Islam Sunni secara umum.

Kedua, perbedaan fundamental konflik Sunni (non-pemerintah) - Syiah (pemerintah) juga menjadi abjad yang menjadikan konflik sulit didamaikan melalui jalur obrolan lantaran minimnya rasa saling percaya.

Selanjutnya...


Ketiga, pemberontakan bersenjata dimungkinkan untuk terjadi lantaran pecahnya militer Suriah menjadi pro-pemerintah dan pro-pemberontak yang disebabkan oleh perbedaan kepentingan politik dan kepentingan ideologi.

Keempat, kebijakan politik dan keamanan Presiden Bashar al Assad bersifat represif serta tidak membuka ruang obrolan dengan pihak oposisi. Hal itu diperburuk oleh perilaku oposisi yang keras, sehingga ketika perilaku keras bertemu dengan perilaku keras, konflik bersenjata tidak terhindarkan.

Kelima, berkembangnya kelompok radikal bersenjata Islamic State (IS) yang semakin memprovokasi kelompok oposisi dalam negeri Suriah untuk menempuh jalan pemberontakan lantaran Pemerintahan Bashar Assad tidak bergeming untuk membuka diri secara demokratis.

Keenam, kasus penggunaan senjata kimia yang simpang siur kebenarannya. Apakah benar merupakan perbuatan kejam Pemerintahan Bashar al Assad ataukah hoax yang dikembangkan oleh pihak-pihak yang ingin memicu terjadinya perang saudara di Suriah.

Ketujuh, kepentingan regional dan global. Untuk kepentingan regional, negara-negara besar di tempat Timur Tengah yakni Iran, Irak, Arab Saudi, dan Turki mempunyai kepentingan yang besar sehingga bersimpati kepada salah kelompok yang bertikai. Sementara untuk kepentingan global, yakni terlibatnya Rusia membela rezim Assad guna menghindari terjadinya situasi menyerupai di Irak dan Libya, dan terlibatnya AS dan sekutunya untuk menjaga efek Barat di tempat Timur Tengah.


Perang Saudara di Suriah dan Indonesia

Analisa intelijen ini diangkat bukan untuk membahas secara detail problem perang saudara di Suriah yang sanggup anda pelajari dari data-data terbuka media massa maupun buku-buku yang sudah banyak terbit dalam bahasa Inggris. Beberapa pola buku sanggup saya rekomendasikan misalnya:

Masih banyak buku-buku lain, laporan PBB, hasil penelitian forum Think Tank terkemuka dunia yang sanggup dijadikan rujukan dalam memahami apa yang terjadi di Suriah serta mengapa perang saudara terjadi di Suriah. Bahkan kemungkinan besar banyak sekali hal yang di tahun 2017 ini belum sanggup dipahami, akan terbit buku-buku gres di masa mendatang yang menjawab pertanyaan kita wacana konflik Suriah.

Secara khusus saya mengangkat info ini terkait dengan situasi di Indonesia, khususnya yang dihadapi oleh umat Islam Indonesia. Apa pentingnya problem di Suriah dengan situasi di Indonesia?

Pertama, intelijen Indonesia sudah mendeteksi adanya gerakan yang akan mempropagandakan perang saudara di Suriah sebagai sesuatu yang mungkin terjadi di Indonesia. Propaganda hitam ini sangat menyerupai dengan propaganda Balkanisasi Indonesia (pecahnya Yugoslavia) dimana pada sekitar tahun 1997-1999 terjadi banyak sekali pandangan dan analisa seolah Indonesia akan pecah menyerupai negeri di tempat Balkan, dimana Yugoslavia pecah dan menjadi beberapa negara baru. Analisa Syrianisasi atau menSuriahkan Indonesia juga akan dikembangkan oleh kelompok tertentu untuk kepentingan tertentu pula, khususnya kepentingan politik pilpres 2019 dalam rangka memecah belah umat Islam Indonesia.

Kedua, situasi di Suriah dari banyak sekali sisi tidak sanggup dibandingkan dengan situasi di Indonesia lantaran 7 abjad khusus konflik di Suriah sanggup dikatakan tidak terjadi di Indonesia, khususnya terkait dengan pemerintahan minoritas Syiah vs mayoritas Sunni dan perpecahan dalam badan militer negara Suriah. Indonesia juga negara demokrasi semenjak tahun 1998 yang secara susah payah membangun sistem politik yang membuka susukan aspirasi warga negaranya. Sangat berbeda dengan Suriah yang sewenang-wenang militeristik dimana kebijakan yang represif menjadikan rakyatnya memberontak. Dalam konteks regional, Indonesia yakni negara terbesar di tempat Asia Tenggara sehingga kepentingan negara-negara tetangga menyerupai Singapura, Malaysia, Brunei, Papua Nugini,  Pasifik, bahkan Australia yakni mendukung demokrasi dan situasi tenang di Indonesia. Semetara itu, kepentingan global contohnya AS, Rusia dan China akan memandang Indonesia sebagai stabilisator kawasan. Bagi Rusia, Indonesia terlalu jauh untuk dipengaruhi, akan lebih sempurna kalau Indonesia berada dalam perebutan efek antara AS dkk vs China, itupun lebih banyak di bidang ekonomi. Kasus konflik Sunni-Syiah di Indonesia sifatnya terbatas dan bukan konflik nasional menyerupai di Suriah. Kekuatan simpatisan Negara Islam (IS) sanggup dikatakan sangat kecil yakni mereka yakni kaum takfiri khawarij yang jumlahnya sangat kecil di Indonesia menyerupai kelompok yg menganjurkan dan melaksanakan terorisme.

Ketiga, setiap upaya yang mencoba mempropagandakan Syirianisasi atau MenSuriahkan Indonesia diduga berpengaruh dilakukan oleh oknum sbb:
  1. Kaum Syiah radikal yang berupaya memperoleh tempat dalam sistem sosial dan politik Indonesia dengan mempengaruhi mayoritas nasionalis Indonesia yang cenderung curiga kepada politik Islam yang damai. 
  2. Mereka yang merasa posisinya sanggup terganggu apabila kekuatan politik Islam menjadi secara umum dikuasai di Indonesia. Kelompok ini meliputi yg mempunyai kepentingan politik dan ekonomi.
  3. Mereka yang merasa terancam rezekinya lantaran berkembangnya dakwah Islam yang merujuk kepada dalil Al Qu'ran dan Hadist serta pandangan ulama Salaf. Kelompok ini bergotong-royong termasuk Sunni namun menjadi pelaku-pelaku bid'ah dan pendukung pemeliharaan budaya sesat bangsa Indonesia. Ciri khasnya yakni sinkritisme agama Islam dengan keyakinan lain, pembodohan umat Islam dengan faham-faham klenik serta berlebih-lebihan dalam beragama yang tidak menurut kepada contoh-contoh yang diberikan Rasulullah Muhammad Shallallahu 'alaihi Wassalam, para sahabat dan ulama salaf.
  4. Intelijen yang tumpul lantaran kurang mengerti dampak negatif dari propaganda sesat membandingkan Indonesia dengan Suriah.
  5. Kelompok kepentingan yang hanya ingin melihat kekacauan di Indonesia dengan membuat ketakutan-ketakutan tanpa dasar dengan membuatkan fitnah-fitnah keji berupa radikalnya umat Islam yang tidak sehaluan dengan kelompok tsb.
Keempat, lemahnya sebagian besar rakyat Indonesia baik Muslim maupun non-Muslim dalam berpikir kritis serta malasnya untuk mencar ilmu secara sungguh-sungguh menjadikan propaganda hitam yang membandingkan Indonesia dengan Suriah sanggup berkembang subur. Hal itu bukan saja lantaran penonjolan aspek ISIL/ISIS yang terang radikal dengan melaksanakan kekerasan, namun juga akan berkembang upaya labelisasi radikal kepada siapapun yang tidak sejalan secara politik. Apabila dikaitkan dengan tahun politik 2018-2019 yang akan tiba maka labelisasi radikal akan dilakukan kepada Masjid, Ulama, dan tokoh-tokoh yang kritis terhadap Jokowi. Akan terjadi identifikasi yang kabur antara intoleransi dengan radikal, dimana hal-hal yang dinilai intoleran akan dilabelkan dengan radikal. Hal ini akan menimpa mereka yang dituduh membawa faham Wahabi dari Saudi Arabia, penyebar manhaj Salafi, serta siapapun yang kritis terhadap faham Aswaja versi Nahdlatul Ulama. Aswaja atau Ahlus sunnah wal jama'ah akan diklaim dalam dua versi besar yang akan dibentur-benturkan yakni: 
  1. Aswaja yang berarti bermazhab Syafi'i, berakidah Asy'ari dan Maturidi, serta bertasawuf tazkiyatun nafsi Junaid al Baghdadi dan Abu Hamid al Ghazali.      
  2. Aswaja yang berarti jalan yang ditempuh Rasulullah Muhammad Shallallahu 'alaihi Wasallam dan para sahabat serta ulama-ulama Salaf.
Sesungguhnya aswaja tersebut tidak terbatas kepada definisi nomor 1 dan lebih sempurna kalau merujuk kepada nomor 2. Namun demikian harus kita pahami bahwa aswaja versi nomor 1 yakni juga benar dan lurus dan merupakan penggalan dari nomor 2. Dalam soal mazhab, 4 mazhab besar yakni Maliki, Syafi'i, Hanafi, dan Hambali semuanya aswaja. Kemudian dalam soal iman sepanjang kita berpegangan kepada Al Qur'an dan hadits shahih dan hasan, maka Insya Allah selamat. Sedangkan dalam soal tasawuf tidak ada kewajiban untuk melaksanakan pedoman ulama sufi dan kita harus kembali kepada pedoman akhlak dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi Wasallam dengan banyak sekali contohnya. Adapun pedoman Al Ghazali wacana hati baik untuk dipelajari, namun bukan suatu pokok panduan dalam mencapai kebersihan hati lantaran pokoknya tetap Al Qur'an dan hadits. Sementara itu, diharapkan kehati-hatian dalam mencar ilmu tarekat sufiyah termasuk aliran sufi mu'tabaroh versi Nahdlatul Ulama (NU). Hal ini bukan berarti kami melarang, namun periksalah secara teliti aliran-aliran sufi yang 45 dianggap standar oleh NU apakah menambang keimanan anda kepada Allah Subhanahu wa ta'ala, atau justru menjerumuskan anda ke dalam suatu pemahaman yang justru menjauh dari Allah Subhanahu wa ta'ala contohnya dengan tujuan mencari kesaktian, kenikmatan dunia, dan hal-hal selain Allah Subhanahu wa ta'ala.  

Aswaja merupakan benteng umat Islam dari penafsiran pedoman Islam banyak mengalami penyimpangan khususnya dari kelompok-kelompok khawarij, syiah, rafidhah (syiah) murjiah, mu'tazilah, qadariyah, jabariyah, jahmiyah, mujassimah, zindiq, takfiri, karramiyah, kullabiyah, mulahidah (atheis), liberal, orientalis, humanis dan pendukung LGBT mungkin masih banyak yang lainnya khususnya dengan ciri perbuatan bid'ah yang jelas, sangat fanatik, dan membuatkan kebencian. Di luar itu dalam soal abjad manusia, perlu diperhatikan ancaman kalangan munafik atau munafiqun yang sungguh besar penyakit di hatinya.

Seluruh ormas Islam Sunni Indonesia menyerupai NU, Muhammadiyah, Persis, Perti, Al Irsyad, dan lain sebagainya yang masih merujuk kepada Al Qur'an dan hadits shahih dan hasan berada dalam satu persatuan Islam aswaja. Seyogyanya tidak ada klaim sesama aswaja. Namun biasanya selalu terjadi fitnah memecah-belah sesama aswaja yang dilakukan oleh kelompok-kelompok sesat yang takut dengan bersatunya umat Islam Indonesia.

Kelima, pilar persatuan Indonesia yang terkuat yakni TNI, Polri, dan BIN yang solid dalam menjaga NKRI dan tidak terpecah belah dalam aliran-aliran politik serta NETRAL dalam pemilu yang demokratis. Apabila ketiga forum tersebut terdeteksi mulai tidak netral serta memainkan isu-isu keamanan, maka bibit perpecahan akan segera lahir lantaran di dalam ketiga forum tersebut saya yakini banyak yang jujur dan idealis serta menentang politisasi forum untuk kepentingan kelompok politik tertentu. Apa yang terjadi di Suriah yakni perpecahan dalam badan organisasi keamanan nasional Suriah, khususnya militer sehingga perang saudara memungkinkan untuk terjadi. Semoga TNI, Polri, dan BIN tidak mengalami perpecahan sebagai akhir dari persaingan politik kekuasaan.

Keenam,  politisasi info Syrianisasi atau menSuriahkan Indonesia akan menguntungkan musuh-musuh umat Islam Indonesia siapapun beliau orangnya. Dengan alasan peringatan ancaman konflik, bergotong-royong mereka yang menghembuskan propaganda Syrianisasi Indonesia justru sedang memprovokasi konflik dan mengharapkan reaksi keras khususnya dari pemerintahan Jokowi dengan menggenjet kelompok Islam yang dilabelisasi radikal lantaran info intoleransi contohnya terkait kasus penista Agama Ahok. Sementara itu, sang propagandis jahat itu juga berharap reaksi keras umat Islam biar terus menyuarakan perilaku yang cenderung anti pemerintah.

Ketujuh, dalam konteks pilpres 2019, diperkirakan mereka yang mempropagandakan Syrianisasi Indonesia tersebut ada dipihak pendukung Jokowi serta akan rajin melabelkan radikal kepada kelompok Islam pendukung oposisi. Mudah-mudahan asumsi ini keliru, lantaran apabila benar, maka gejala kekalahan Jokowi sanggup bermunculan justru lantaran perilaku blunder para pendukungnya yang fanatik dan agresif.

Semoga bermanfaat dan sanggup menjadi rujukan pada dikala fitnah Syrianisasi disebarkan suatu dikala nanti. Semoga Allah Subhanahu wa ta'ala selalu melindungi umat Islam Indonesia dari fitnah-fitnah yang mengadu domba sesama Muslim. Sungguh seluruh Muslim bersaudara dan berhati-hatilah terhadap informasi, ceklah kembali, berpikir kritislah, cek ulang kembali, perhatikan isi dan referensinya, perhatikan pula tujuan yang biasa tersirat dalam setiap tulisan, termasuk goresan pena saya ini. Kebenaran hanya milik Allah Subhanahu wa ta'ala dan kalau ada kekeliruan itu yakni kekhilafan saya sebagai hamba yang dhaif dan banyak kekeliruan.

Salam Intelijen
Senopati Wirang


Sumber https://intelindonesia.blogspot.com

0 Response to "Propaganda Hitam Syrianisasi (Mensuriahkan) Indonesia: Peringatan Untuk Umat Islam Indonesia"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel